Selasa, 16 Juni 2015

Dasar normatif pendidikan islam


Dasar normatif pendidikan islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan, memiliki peran strategis sebagai sarana human resources dan human investment. Selain bertujuan menumbuh kembangkan kehidupan yang lebih baik, pendidikan juga telah nyata-nyata ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam prosespemberdayaan jati diri bangsa. Sedemikian pentingnya pendidikan, terutama pendidikan agama Islam, maka wajar jika hakekat pendidikan merupakan proses humanisasi, yang berimplikasi pada proses kependidikan dengan orientasi pengembangan aspek-aspek kemanusiaan manusia, yakni aspek fisik-biologis dan rohaniah-psikologis.Aspek rohaniah-psikologis inilah yang dicoba didewasakan dan di-insan kamil-kan melalui pendidikan sebagai elemen  positif  dalam  pembangunan  kehidupan  yang berkeadaban.[1] Dari pemikiran ini, maka pendidikan merupakan tindakan sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan  fitrah serta potensi (sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya ( insan kamil ).
Secara normatif,  Islam  telah  memberikan  landasan  kuat  bagi pelaksanaan  pendidikan. Pertama,Islam  menekankan  bahwa  pendidikan merupakan  kewajiban  agama  dimana  proses  pembelajaran  dan transrnisi Ilmu sangat bermakna  bagi kehidupan manusia. Inilah latar belakang turunnya wahyu pertama dengan perintah membaca, menulis, dan mengajar. Kedua,  seluruh  rangkaian  pelaksanaan  pendidikan adalah  ibadah  kepada  Allah  SWT.  Sebagai  sebuah  ibadah,  maka pendidikan merupakan   kewajiban individual sekaligus kolektif , Ketiga, Islam memberikan derajat tinggi bagi kaum terdidik, sarjana maupun ilmuwan. Keempat, Islam memberikan  landasan  bahwa pendidikan merupakan  aktivitas sepanjang  hayat(long life  education).Kelima,  kontruksi   pendidikan  menurut   Islam  bersifat  dialogis,  inovatif   dan  terbuka  dalam menerima ilmu pengetahuan baik dari Timur maupun Barat.[2]
Kemajuan teknologi dan globalisasi menghilangkan sekat dunia. Peristiwa yang terjadi di belahan dunia sana, pada saat bersamaan bisa disaksikan di dalam rumah kita sendiri melalui layar televisi, internet, dan fasilitas teknologi informasi  lainnya yang secara langsung maupun  tidak akan dapat mempengaruhi  perkembangan jiwa anak-anak  pada  usia  remaja  yang,  memiliki  kecenderungan   untuk  mencoba-coba sesuatu, tidak sabar, mudah  terbujuk  dan selalu ingin menampakkan egonya. Fakta tersebut memerlukan perhatian dari pendidikan, utamanya pendidikan agama Islam. Selanjutnya penulis mencoba membahas Dasar-dasar Normatif Pendidikan Islam: Nilai-nilai manusia sebagai Abdullah, Khalifatullah; Norma dan nilai manusia sebagai pendidik, anak didik .
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Dasar Normatif pendidikan Islam ?
2.      Apa Dasar-dasar Fundamental Pendidikan Islam ?
3.      Apa Dasar-dasar Normatif Pendidikan Islam ?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian Dasar Normatif Pendidikan Islam.
2.      Mengetahui Dasar-dasar Fundamental Pendidikan Islam.
3.      Mengetahui Dasar-dasar Normatif Pendidikan Islam.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Dasar Normatif Pendidikan Islam.
Kata “dasar” oleh Kamus Lengkap Bahasa Indonesia diartikan dengan “tanah yang ada di bawah sungai, laut, danau; bagian yang di bawah, misalnya pada drum, kuali, ember, timba, dsb; bakat atau pemawaan sejak lahir; dalil yang menguatkan alasan.”[3]Dasar( Arab: asas; Inggris: foundation; Perancis: fondament; Latin: fundamentum) secara bahasa, berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan ).[4]Dalam istilah “dasar” bermakna landasan untuk berdirinya sesuatu.[5]  Jadi, “ Dasar ” merupakan landasan yang kuat sebagai tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut kokoh berdiri.
                Istilah “ Normatif “ berasal dari kata “ norma “ yang berarti tata aturan yang mengikat kelompok manusia dalam suatu wilayah dan pada kurun waktu tertentu untuk mengendalikan tingkah laku yang dianggap baik; aturan atau rambu-rambu yang membatasi kelompok masyarakat dalam bertingkah laku (agar tidak menyimpang dari kebenaran); aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu.  Kalau kata “normatif” artinya berpegang teguh pada norma.[6]
Kata  “ pendidikan “ sepadan dengan kata al-tarbiyah dan al-ta’lim serta al-ta’dib.
a.         Kata al-tarbiyah mengandung tiga akar kata, yakni:
·         ر با- ير بو- تر بية   (bertambah)
·         ر بي- ير بي- تر بية  (tumbuh)
·         رب- ير بي- تر بية   (memperbaiki, memelihara, merawat, memperindah, mengasuh, memberi makna, mengatur, melestarikan).[7]
Kata tarbiyah bermakna upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih menyempurnakan etika, siatematis dalam berfikir, memiliki ketajaman intusi, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi kepada yang lain, memilki kompetensi dalam mengungkap sesuatu melalui bahasa lisan dan tulisan, serta memiliki beberapa ketrampilan.”[8]
b.        Sedangkan kata al-ta’lim disepadankan dengan kata pengajaran yang bermakna ‘transfer of knowledge’ (pengajaran).
c.         Dan kata al-ta’dib sepadan dengan pendidikan sopan santun (etika).[9]
Jadi Pendidikan merupakan sebagai usaha sadar orang dewasa untuk memberi pengajaran, membimbing/ mengarahkan, dan membina orang yang belum dewasa agar mencapai kedewasaannya.
Kata ‘Islam’ secara bahasa berarti ( اسلم- يسلم- إسلاما ) pasrah, tunduk, dan patuh. Maksudnya tunduk dan patuh kepada apa yang dibawa dan diberitakan oleh Rasulullah SAW. yakni ta’at kepada Rasulullah SAW. Juga bermakna selamat, sejahtera, aman. Maksudnya siapa saja yang beragama Islam ia akan selamat dari siksa Allah.[10]
 Pendidikan Islam  menurut Ahmad Supardi adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah kepada Allah SWT., cinta kasih kepada oang tua dan sesama hidupnya, juga pada tanah airnya sebagai karunia yang diberikan oleh Allah SWT.[11]
             Jadi Pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang disengaja secara sadar dilakukan seorang dewasa (pendidik) secara maksimal untuk mencapai kepribadian muslim yang sesuai dengan tuntuan ajaran Islam.
Berdasarkan bebarapa batasan dan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Dasar Normatif Pendidikan Islam adalah merupakan dasar atau landasan sebagai tempat berpijak yang bersifat keharusan atau tidak boleh ditinggalkan dalam rangka proses aktivitas pendidikan Islam.
B.       Dasar-dasar Fundamental Pendidikan Islam
Dalam suatu aktivitas yang berkesinambungan, sebagai transformasi ilmu pengetahuan, sebagai pewarisan (transmisi) budaya, dan sebagai agen perubahan social, pendidikan memerlukan suatu landasan Islam.[12] Dasar yang dimaksud adalah dasar pendidikan Islam. Suatu totalitas kependidikan harus bersandar pada landasan dasar yang kokoh dengan kata lain pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, memerlukan suatu dasar yang kokoh pula.
Menurut Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA bahwa Alquran dan Sunnah sebagai dasar fundamental pendidikan Islam, kemudian ijtihad yang menurut istilah fiqh adalah usaha sungguh-sungguh atau kerja keras pemikiran manusia untuk mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan akal mengenai hukum sesuatu masalah.[13]
Sedangkan menurut Khoiron Rosyadi, ada empat dasar fundamental pendidikan Islam, yaitu:
1.        Al-Qur’an
2.        As-Sunnah
3.        Al-Kaun
4.        Ijtihad.[14]
1.        Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan yang paling utama pendidikan Islam. Al-Qur’an memiliki konsep pendidikan yang utuh, hanya saja  tidak mudah untuk diungkap secara keseluruhannya karena luas dan mendalamnya pembahasan itu di dalam al-Qur’an disamping juga keterbatasan kemampuan manusia untuk memahami keseluruhannya dengan sempurna.[15] Dan pendidikan al-qur’an juga memiliki pengaruh yang dahsyat apabila dipahami dengan tepat dan diikuti dan diterapkan secara utuh dan benar. Karenanya menjadikan al-Qur’an sebagi sumber bagi pendidikan Islam adalah keharusan bagi umat Islam.
                Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yg disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalam terkandung ajaran pokok yg dapat dikembangkan untuk keperluan aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yg terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yg disebut aqidah dan yang berhubungan dengan amal disebut syari’ah. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam sesuai dengan perubahan dan pembaharuan.
Islam adalah agama yang membawa misi umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Al-Qur`an merupakan landasan paling dasar yang dijadikan acuan dasar hukum tentang Pendidikan Agama Islam. Firman Allah tentang Pendidikan Agama Islam dalam Al-Qur`an Surat Al –Alaq ayat 1 sampai ayat 5 :
اِقْرَأبِا سْمِ رَبّكَ الّذِ ى خَلَقَ (    ) خَلَقَ آلإِ نْسنَ مِنْ عَلَقٍ (    ) آقْرَأ وَ رَ بّكَ آلأَ كْرَ مُ (    ) آلّذِ ى عَلّمَ بِآ لْقَلَمِ (   ) عَلّمَ آلإ نْسَنَ مَا لَمْ يَعَلَمْ (     )
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Yang Mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”[16]
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapatlah di ambil kesimpulan bahwa seolah-olah Tuhan barkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan pencipta manusia (dari segumpal darah), selanjutnya untuk memperkokoh keyakinan dan memeliharanya agar tidak luntur hendaklah melaksanakan pendidik dan pengajaran.
2.        As-Sunnah
           Menurut Prof. Dr. H. kamrani Buseri, MA bahwa “ sunnah Rasul selain perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasul atau hadits, tetapi juga termasuk prihidup Rasul selama  beliau hidup. Dalam prihidup Rasul banyak sekali keteladanan beliau dalam dakwah dan pendidikan yang bisa dicontoh.”[17] Di dalam dunia pendidikan, As-Sunnah memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama, As-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep Al-Qur’an. Kedua, As-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat penentuan metode pendidikan.
              Pribadi Nabi Muhammad Saw. sendiri, merupakan contoh hidup serta bukti konkret sistem dan hasil pendidikan Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:
لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّهِ اُسْوَ ةٌ حَسَنَةٌ لّمَنْ كَا نَ يَرْ جُو االلّهَ وَالْيَوْ مَ الاْ خِرَ وَ ذَ كَرَ اللّهَ كَثِيْرًا 
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”[18]
  Kemudian kita ketahui bahwa diutusnya Nabi Muhammad Saw. salah satunya untukmemperbaiki moral atau akhlak manusia, sebagaimana sabdanya:
بُعِثْتُ لأِ تَمّمَ مَكَا رِمَ الأ خْلاَ قِ   ( رواه حكيم)[19]
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.”  ( HR.Hakim )
Maka dari pada itu Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinan pribadi manusia muslim dan selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebab mengapa ijtihad perlu  dalam memahami termasuk yang berkaitan dengan pendidikan. As-Sunnah juga berfungsi sebagai penjelasan terhadap beberapa pembenaran dan mendesak untuk segera ditampilkan yaitu: Menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum.
3.        Al-Kaun
Selain menurunkan ayat-ayat Qauliyah kepada umat manusia melalui perantara Malaikat Jibril dan Nabi-nabi-Nya, Ia juga membentangkan ayat-ayat kauniyah secara nyata, yaitu alam semesta dengan segala macam partikel dan heteroginitas  yang ada di dalamnya: langit yang begitu luas dengan gugusan-gugusan galaksinya, laut yang begitu membahana dengan kekayaan ikan dan aneka primata  yang dikandungnya, bumi yang bulat dengan segala yang dilahirkannya: pepohonan, bebukitan, gunung-gunung, berbagai macam binatang dan sebagainya.[20]
           Mengenai ayat-ayat kauniyah tersebut, dengan gamblang ayat Al-Qur’an menyatakan sebagaimana diantarany terdapat dalam surah ar-Ra’ad ayat 3 yang berbunyi :
وَهُوَ الّذِ يْ مَدَالاْرْضَ وَجَعَلَ فِيْهَا رَوَاسِيَ وَانْهرًا وَ مِنْ كُلّ الثّمَر تِ جَعَلَ فِيْهَا زَوْ جَيْنِ ا ثْنَيْنِ يُغْشِى الّيْلَ النّهَارَ اِنّ فِيْ ذ لِكَ لاَ
يتٍ لِقَوْ مٍ يَتَفَكّرُوْ نَ
            “Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya. Dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan; Dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Alah) bagi orang-orang yang berpikir.”[21]
4.        Ijtihad
 Ijtihad menurut istilah fiqh adalah usaha sungguh-sungguh atau kerja keras pemikiran manusia untuk mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan mengenai hukum sesuatu masalah. Berijtihad pendidikan adalah usaha sungguh-sungguh atau kerja keras pemikiran untuk menetapkan berbagai pandangan, konsep dan operasional pendidikan dalam kaitan pencapaian tujuan pendidikan Islam.[22]
             Seseorang yang melakukan ijtihad disebut sebagai mujtahid. Seorang mujtahid senantiasa menggunakan  akal-budinya untuk memecahkan problematika kemanusiaan dalam kehidupannya. Orang yang senantiasa menggunakan akal-budinya oleh Al-Qur’an disebut ulul-albab. Menurut Al-Qur’an ulul-albab adalah kelompok manusia tertentu yang diberi hikmah dan pengetahuan, disamping pengetahuan, yang diperoleh mereka secara empiris.Ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 269 yang berbunyi :
يُؤْ تِى الْحِكْمَةَ مَنْ يّشَآ ءُ وَمَنْ يّؤْ تَ ا لْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْ تِيَ خَيْرًاكَثِيْرًا وَ مَا يَذّ كّرُ اِلاّ اُو لُواالاْلْبَا بِ
“Dia memberikan hikmah[23] kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajarankecuali orang-orangyang mempunyai akal sehat.”[24]
C.      Dasar-Dasar Normatif Pendidikan Islam
Sebenarnya Dasar-Dasar Normatif dari Pendidikan Islam meliputi Nilai Aqidah, Ibadah, Syariah – Maqshid al-Syar’I (Al-Dharuryat Al-Khams); Nilai-Nilai Manusia sebagai Abdulah dan Khalifatullah serta Nilai-Nilai Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik.[25] Namun disini penulis hanya membahas Nilai-Nilai Manusia sebagai Abdullah dan Khalifatullah, Nilai-Nilai Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik saja karena dua point sebelumnya sudah dibahas pada makalah terdahulu.
1.        Nilai-Nilai Manusia sebagai Abdullah dan Khalifatullah
     وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالاْنْسَ اِلاَّلِيَعْبُدُوْنِ (    )
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."[26](Q.S. Az-Zariyat (51):56)
           Manusia sebagai ‘abdullah’ dengan tugas utamanya adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang Khaliq Allah SWT; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hubungan manusia dengan Sang Khaliq bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai hamba Allah, kewajiban  manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati, sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5 yang berbunyi:
وَ مَااُ مِرُوْااِلاّ لِيَعْبُدُوااللّهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدّيْنَ  حُنَفَا ءَ وَيُقِيْمُواالصّلو ةَ وَيُؤْتُواالزّ كَو ةَ وَذ لِكَ دِيْنُ الْقَيّمَةِ
“Padahal mereka  hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”[27]
Sesungguhnya keberadaan manusia di sisi Allah baru menemukan hakikatnya ketika mereka sepenuhnya mengabdi kepada Allah. Artinya dia menyerahkan dirinya hanya untuk pengabdiannya kepada Allah. Pengabdian manusia kepada Allah itulah yang memberi nilai dirinya.[28] Sehebat, sekaya, sepandai, sekuat atau setenar apa pun manusia, kalau dia tidak mengabdi kepada Allah, Tuhan alam semesta, dia sama sekali tidak ada artinya dalam pandangan Allah SWT. Hanya dengan begitu maka karya-karya prestatif duniawi manusia bernilai pahala di sisi Allah SWT.
Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, yaitu melalui jalur khusus dilaksanakan dengan melakukan  ibadah khusus seperti shalat, berzikir, zakat, puasa, dan haji, sedangkan melalui jalur umum  dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang bermafa’at bagi diri sendiri dan masyarakat,serta lingkungannya  dengan niat ikhlas untuk mencari keridhaan Allah. Dengan kata lain, manusia Sebagai ‘abdullah’, manusia  merasa, berpikir, berperilaku, bertindak  semata-mata hanya karena Allah.
  Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah secara resmi adalah dimulai pada usia  akil baligh sampai kita dipanggil kembali oleh Allah. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah-Nya di bumi, sesuai dengan firman Allah  dalam surah Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi :
وَ اِذْ قَا لَ رَبّكَ لِلْمَلءِكَةِ اِنّيْ جَا عِلٌ فِى الاْ رْضِ خَلِيْفَةً
“Dan ( ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak  menjadikan  khalifah di bumi.[29]
Perkataan “menjadikan  khalifah” dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia sebagai wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala  yang diridhai-Nya di muka bumi ( H. M. Rasjidi).[30] Manusia sebagai khalifatullah di bumi ini bertugas memakmurkan bumi dan segala isinya. Memakmurkan  bumi artinya mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu manusia wajib bekerja, beramal saleh (berbuat baik yang bermanfaat bagi diri, masyarakat, dan lingkungan hidupnya) serta menjaga keseimbangan alam dan bumi yang didiaminya, sesuai dengan tuntunan yang diberikan Allah melalui agama.
            Bilamana fungsi pokok manusia sebagai Abdullah dan khalifatullah berjalan simultan  dalam diri pribadi  seseorang, maka ia akan mewujudkan performan sebagai manusia sempurna. Manusia sempurna ialah yang menyatu  dalam dirinya  sifat-sifat sebagai Abdullah dan khalifatullah yakni satunya kebenaran, kebaikan dan keindahan  yang semuanya bersumber dari Allah SWT, sehingga Insya Allah dia akan menjadi seorang yang mudah dan bermakna dalam hidup dan kehidupannya dengan banyak menebar kemakuran dan kemanfaatan  bagi umat manusia dan kemanusiaan disertai amar ma’ruf dan nahi munkar sehingga betul-betul menjadi rahmat bagi seluruh alam dan akan menggapai kebahagiaan dunia akhirat.[31]
            Nilai-nilai manusia sebagai Abdullah adalah melakukan ibadah kepada Allah baik dilakukan secara khusus maupun secara umum, sedangkan nilai-nilai  manusia sebagai khalifatullah adalah seseorang mampu memakmurkan bumi dan segala isinya serta memberi manfaat bagi umat manusia disertai amar ma’ruf nahi munkar sehingga menjadi ‘Rahmatan Lil’alamin’.
            Pendidikan Islam harus memperhatikan konsep Abdullah dan khalifatullah ini sebagai sesuatu yang simultan, sehingga tidak boleh diabaikan atau diberi perioritas yang satu melebihi yang lain, atau berat sebelah bahkan hanya terfokus kepada salah satu saja. Memang penyeimbangan dan simultanisasi keduanya menghendaki perhatian yang terus menerus dan harus selalu dilakukan evaluasi bagi operasional pendidikan.[32]
2.        Nilai Normatif Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik
Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Islam mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi dari pada orang Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
يَرْ فَعِ اللّهُ الَّذِيْنَ ا مَنُوْا مِنْكُمْ  وَا لَّذِيْنَ اُوْ تُواا لْعِلْمَ دَرَ جتٍ
“Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”[33]
            Bahkan orang-orang yang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya kepada mereka yang membutuhkan akan disukai oleh Allah dan didoakan oleh penghuni langit, penghuni bumi seperti semut dan ikan di dalam laut agar ia mendapatkan keselamatan dan kebahagian. Ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ[34] ( رواه الترمذى )
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya dan penghuni-penghuni langit dan bumi termasuk semut dalam lubangnya dan termasuk ikan akan mendoakan keselamatan bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan.” (HR. Tirmizi)
Dalam pandangan Islam seluruh kita umat manusia adalah pemimpin. Sebagai pemimpin tentu dia harus  sadar bahwa  dia juga sebagai seorang pendidik, karena pemimpin dalam Islam harus menjadi teladan. Nabi kita Muhammad SAW., beliau seorang pemimpin besar sekaligus sebagai pendidik dan menjadi teladan bagi seluruh umat manusia.
             Berkaitan dengan manusia sebagai pendidik sekaligus anak didik sejak awal penciptaan manusia sebagai khalifah Allah yakni semenjak Nabi Adam beliau diberi pengajaran langsung oleh Allah.[35] Ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi :
وَعَلَّمَ ءَادَمَ آلأَسْمآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَ ضَهُمْ عَلَى آلْمَلئِكَةِ فَقَا لَ أَنْبِؤُ نِى بِأَسْمَآءِ هؤُلاَءِاِنْ كُنْتُمْ صدِقِيْنَ
“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama  semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”[36]
Ayat di atas menggambarkan bahwa Adam menajadi anak didik dari Allah karena Allah langsung mengajarkan nama-nama benda, kemudian Allah mempersilahkan  kepada para malaikat untuk menyebutkan nama-nama benda tersebut.
           Ternyata malaikat tidak bisa menyebutkannya, kemudian Allah menyuruh Adam untuk memberitahu kepada malaikat tentang nama-nama benda yang diketahuinya atas dasar pengajaran  Allah kepadanya. Ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 33 yang berbunyi :
قَا لَ يآ دَمُ اَنْبِئُهُمْ بِاَسْمَآئِهِمْ  فَلَمَّآ اَنْبَاَهُمْ بِاَسْمَآئِهِمْ  قَا لَ اَلَمْ اَقُلْ لَّكُمْ اِنّيْ اَعْلَمُ غَيْبَ السَّموتِ وَالاْرْضِ  وَاَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ
“Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada  mereka nama-nama itu!” Setelah itu (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakana kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yangkamu sembunyikan?”[37]
Ayat di atas bisa dipahami bahwa Adam mengajarkan nama-nama benda itu kepada para malaikat. Dari pemahaman ini, maka kita sebagai manusia harus selalu belajar dan sekaligus mengajar.
            Manusia pada hakikatnya adalah anak didik sekaligus simultan  sebagai pendidik. Kita tidak boleh berhenti sebagai  anak didik atau pendidik , suatu saat  kita sebagai anak didik  dan pada saat lainnya kita harus menjadi pendidik demikian sebaliknya. Kita tidak boleh  berhenti sebagai anak didik atau pendidik, suatu saat kita sebagai anak didik dan pada saat lainnya kita harus menjadi pendidik demikian sebaliknya. Apabila kita perhatikan  sabda Nabi “balligu ‘anni walau aayatan”,  maksudnya kalaupun kita hanya memiliki ilmu hanya satu ayat wajib menyampaikan kepada orang lain. Oleh karena itu  M Natsir menegaskan bahwa kewajiban berdakwah  adalah wajib a’in bagi siapa pun. Abdurrahmanan an Nahlawi menggambarkan sifat pendidik, antara lain :
1.        Arah, jalan dan pikirannya semata-mata sebagai pendidik
2.        Ikhlas
3.        Sabar
4.        Benar atau jujur terhadap apa yang disampaikan
5.        Selalu menambah pengetahuan
6.        Terampil dalam berbagai metode mengajar
7.        Mampu untuk konsisten dan disiplin
8.        Mengajar sesuai dengan perkembangan jiwa anak
9.        Memperhatikan terhadap berbagai pengaruh terhadap suatu generasi.
10.    Adil.[38]
 Seorang pendidik dituntut untuk profesional dalam mendidik. Profesional bisa diartikan ahli, atau orang yang bekerja sesuai dengan bidang keahliannya. Pendidik profesional berarti pendidik yang bekerja sesuai dengan bidang keahliannya . Sehingga, wajar kalau pendidik diberikan gaji sebagai bagian dari apresiasi. Apresiasi yang memang sudah selayaknya mereka terima.
          Pekerjaan disebut profesi menurut Muchtar Luthfi yang dikutif Syafruddin dan Basyiruddin ada delapan kriteria sebagaimana yang dikutip kembali oleh Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA [39], bercirikan :
1.        Panggilan hidup dansepenuh waktu. Profesi adalah pekerjaan yang menjadi panggilan hidup seseorang yang dilakukan sepenuhnya serta berlangsung untuk jangka waktu yang lama, bahkan seumur hidup;
2.        Pengetahuan dan kecakapan/keahlian. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan atas dasar pengetahuan dan kecakapan/keahlian yang khusus dipelajari;
3.        Kebakuan yang universal. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur dan anggapan dasar yang sudah baku secara umum (universal) sehingga dapat dijadikan pegangan atau pedoman dalam pemberian pelayanan terhadap mereka yang membutuhkan;
4.        Pengabdian. Profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat  bukan untuk mencari keuntungan secara material/finansial bagi diri sendiri;
5.        Kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif. Profesi adalah pekerjaan yang mengandung unsur-unsur kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif terhadap orang atau lembaga yang dilayani;
6.        Otonomi. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas dasar prinsip-prinsip atau norma-norma yang ketetapannya hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekannya seprofesi;
7.        Kode etik. Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai  oleh masyarakat dan;
8.        Klien. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkan pelayanan (klien) yang pasti dan jelas subjeknya.
     Sebenarnya guru dituntut profesional karena ada sejumlah tantangan antara lain:
1.        Gelombang kehidupan era komunikasi  dan informasi sejalan dengan era kontemporer yang perubahannya sangat cepat, luas, dan  rinci.
2.        Globalisasi membawa nilai tersendiri  yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan dan keagamaan.
3.        Makna guru dalam arti konvensional sebagai sumber ilmu diambil alih oleh yang lain, seperti buku, majalah, telivisi, cd, dan lain sebagainya.
4.        Siswa yang kreatif, rasional, dinamis, bebas, otonom dan punya keingintahuan yang tinggi menghendaki pemahaman dan penanganan yang profesional.
5.        Masyarakat yang cenderung sekuler, materialis, super sibuk menjadi tantangan tersendiri bagi guru.
6.        Kesejahteraan guru yang belum layak dibanding berbagai kebutuhan hidup dan kebutuhan sebagai pendidik dan pengajar yang selalu menghendaki penyesuaian-penyesuaian segera.
7.        Dana dan peralatan sekolah terbatas menghendaki kemampuan inovatif dan kreatif guru dalam memanfaatkan lingkungan yang tersedia.
 Dalam kaitan dengan profesionalisasi guru, maka harus terus diupayakan pembinaan dan pengembangannya. Upaya pembinaan dan pengembangan, meliputi:
1.        Kembangkan kompetensi dasar dan kompetensi berkembang, saat pra jabatan yang memadai, juga pada saat pendidikan dalam jabatan.
2.        Kembangkan sikap yang menjawab perubahan, antara lain memandang  siswa sebagai subyek, sikap mengayomi bukan koersif, bersikap fair, interaktif, dan tidak berlagak tahu.
3.        Kembangkan ilmu, keterampilan, wawasan dan sikap-sikap positif dalam melakukan hubungan dengan murid, sesama pendidik maupun dengan masyarakat.
4.        Kembangkan guru ideal yang berorientasi pupil oriented sehingga menjadi pendidik yang bijak.
 Pembinaan terhadap guru sebagai pendidik agar menjadi guru yang efektif. Guru efektif bercirikan:
1.        Mencintai anak didiknya, karena untuk mengembangkan para murid menjadi mandiri dengan hari depan yang cerah memerlukan kecintaan guru. Misalnya, guru pendidikan usia dini harus mencintai muridnya yang keras kepala, sering buang air, sering menangis dan sebagainya. Guru sekolah luar biasa mendidik muridnya yang imbesil tidak mungkin berhasil bila tidak mencintai mereka.
2.        Pemimpin yang mmpengaruhi anak didiknya untuk menguasai materi yang diajarkannya. Ia menginspirasi, menjadi role model dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan prilaku profesional.
3.        Energik dan antusias dalam mengajar di kelas, di laboratorium dan di lapangan olahraga. Ia juga mengenergi para siswa dalam mempelajari dan mengamalkan ilmu dalam kehidupan shari-hari. Jika gurunya tidak energik, maka muridnya akan mengantuk dan menguap tidak mampu menyerap ilmu yang diajarkannya.
4.        Kreatif dan inovatif, kreatif artinya mampu menciptakan ide baru jika menghadapi problem, inovatif artinya mampu mengubah ide menjadi barang dan jasa untuk menyelesaikan problem. Di sekolah Indonesia banyak keterbatasan, misalnya para guru harus kreatif dan inovatif menciptakan alat peraga dan materi pembelajaran untuk diajarkan.
5.        Optimis dan idealis. Guru harus optimis untuk mengubah muridnya menjadi manusia yang berkembang baik segi ilmu pengetahuan, sikap dan perilakunya menjadi lebih baik setiap hari. Ia seorang idealis yang percaya dan yakin dapat mengubah siswa menjadi alumni yang unggul.
6.        Rasa humor. Guru harus serius dalam mengajar, akan tetapi ia juga harus seorang yang penuh humordalam mengajar. Humor dapat mnghilangkan ketegangan dan kebosanan murid dalam menyerap ilmu yang diajarkan, terutama ilmu eksakta, dengan slingan humor siswa akan lebih mudah menyerap materi yang sulit dan membosankan disajikan guru.
7.        Mengembangkan iklim kelas. Guru yang baik mengembangkan iklim akademik, iklim social, iklim psikologikal di kelasnya. Untuk iklim akademik, misalnya dalam mengajar bahasa Inggris, guru melarang siswanya berbahasa Indonesia di kelas meskipun tegang dan membuat malu siswa yang salah. Akan tetapi guru juga mengembangkan iklim social  bahwa kesalahan adalah hal biasa dalam belajar. Guru harus mengembangkan iklim psikologikal, tidak rendah diri jika melakukan kesalahan. Semua orang besar pernah melakukan kesalahan sebelum menjadi orang besar.
8.        Manajemen waktu dengan menyelesaikan materi dalam waktu yang terbatas dalam temu muka di kelas. Oleh karena itu ia harus memanajemini waktu ketika mengajar. Ia juga harus membagi waktu mengajar, meneliti, mengikuti program pengembangan SDM dan melakukan studi banding ke sekolah-sekolah unggul.
9.        Penampilan yang  menarik. Guru itu sama dengan actor  dan aktris yang harus berakting di muka para audiennya – yaitu murid. Sebagai aktris ia harus berpenampilan menarik, wajah yang ceria, pakaian yang serasi, cara bicara yang jelas, sikap dan perilaku professional.
10.    Adil. Umumnya sekolah mempergunakan system klasikal. Dalam mengajar guru harus membagi perhatian kepada semua murid-muridnya secara adil. Memberikan kesempatan bertanya tanpa membedakan siapa muridnya,  dan menjawab pertanyaan dengan cara yang sama. Dalam memberikan nilai, dia juga tidak bias – sesuai dengan kinerja anak didiknya.
       Di lain pihak, Made Pidarta mengetengahkan profil guru ideal yaitu:
a.       Komponen afeksi guru: sabar, gembira, rendah hati, moral, bicara jelas menarik, tekun dalam tugas, motif kuat terhadap jabatan guru, berprestasi, jabatan sebagai karier, bekerja atas prinsip etik, tidak pamprih, tidak mengadvertensikan profesinya, bertindaka untuk kepentingan objektivitas murid.
b.      Komponen penguasaan ilmu pengetahuan: pendidikan formal lama, spesifik, mendalami dan memperluas terus menerus. Terintegrasi untuk mengorganisasi, memotovasi untuk membantu belajar murid, menyusun materi kurikulum, mengevaluasi dan mampu melaksanakan administrasi sekolah.
c.       Komponen penyajian bahan menanamkan cara belajar kritis, kreatif, percaya diri, pandangan positif terhadap dunia. Promotor dan konsultan murid, memberi latihan kerja nyata, memperkenalkan kebudayaan lingkungan dan menjadi penghubung terhadap lingkungan itu.
d.      Komponen hubungan guru murid: kenal, senang, sensitive terhadap keadaan murid, kasihan terhadap situasi tertentu, otonom dalam bertindak, tidak otoriter dan membimbing.
e.       Hubungan guru dengan orang dewasa: anggota organisasi profesi, berteman baik dengan kawan-kawan seprofesi dan anggota masyarakat. Sebagai contoh taat beragama, sebagai petugas pendidikan social dan menjadi kordinator lembaga nonformal di masayarakat.
             Untuk menjawab semua itu perlu peran organisasi profesi seperti pada tingkat Madrasah Aliyah (MA) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), pendidikan lanjut, inservice training yang memadai, juga studi banding.
      Guru sebagai tenaga profesional, dalam menjalankan tugas terikat dengan Kode Etik profesi sebagai seperangkat standar berperilaku yang dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral pada lingkup profesi itu. Sebagai guru Indonsia, maka setelah memperhatikan berbagai uraian terkait kode etik guru baik yang dikeluarkan oleh PGRI dan lainnya, maka bisa disimpulkan yaitu:
1.    Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.    Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.    Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pmbinaan.
4.    Guru menciptakan suanasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.    Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.    Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutudan martabat profesinya.
7.    Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
8.    Guru secara bersama-sama memelihara danmeningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.    Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidkan.
10.  Guru dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran merupakan wajib dan darma yang menghendaki tanggung jawab, yang merupakan unsur etika. Dibutuhkan kesungguhan dalam melaksanakan tugas profesi guru.
Atas dasar uraian terdahulu secara normative pendidik atau guru apa saja sebutannya dituntut untuk menjadi tenaga professional yang tidak saja terkait secara teoritis-empiris tetapi juga sesuai dengan pesan agama sebagaimana firman Allah[40] dalam surah Al-Isra ayat 84 yang berbunyi:
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلى شَا كِلَتِه  فَرَ بُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَأَهْدى سَبِيْلاً
            “Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya (Termasuk dalam pengertian Keadaan disini ialah tabiat dan pengaruh alam sekitarnya) masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya.”[41]
Dari berbagai uraian sebelumnya, maka ada nilai normatif bagi pendidik danada nilai normatif bagi anak didik.
            Nilai normatif sebagai pendidik, antara lain:
1.        Ikhlas dan sifat utama lainnya terutama adil, jujur, sabar, disiplin dan kerja keras.
2.        Profesionalisme dalam atau expert atau memiliki kelebihan-kelebihan dan bersedia membarikan kelebihan-kelebihan tersebut kepada anak didik.
3.        Agamawan.
4.        Sadar sebagi pendidik dan anak didik yang merupakan sikap simultan.
5.        Sayang terhadap anak didik.
6.        Teladan dengan ibda’ binafsika dalam hal-hal kebajikan, kapan dan dimanapun sehingga terjadi konteks positif.
7.        Selalu menghidupkan amar ma’ruf nahi munkar.
      Adapun nilai normatif bagi anak didik, antara lain:
1.        Ikhlas dan sifat utama lainnya terutama adil, jujur, sabar, disiplin dan kerja keras.
2.        Menyadari kekurangan-kekurangan yang harus terus dilengkapi atau diperbaiki dengan menuntut kepada mereka yang memiliki kelebihan.
3.        Agamawan.
4.        Sadar sebagai anak didik dan pendidik yang merupakan sikap simultan.
5.        Hormat kepada pendidik.
6.        Selalu menghidupkan amar ma’ruf nahi munkar.[42]




























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
              Dari uraian tersebut di atas dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
A.    Dasar Normatif Pendidikan Islam adalah merupakan dasar atau landasan sebagai tempat berpijak yang bersifat keharusan atau tidak boleh ditinggalkan dalam rangka proses aktivitas pendidikan Islam.
B.     Pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, memerlukan suatu dasar yang kokoh. Adapun dasar fundamental pendidikan Islam ada empat, yaitu:
1.      Al-Qur’an
2.      As-Sunnah
3.      Al-Kaun
4.      Ijtihad.
C.     Dasar-dasar Normatif Pendidikan Islam meliputi Nilai Aqidah, Ibadah, Syariah- Maqshid al-Syar’I (Al-Dharuryat Al-khams); Nilai-nilai Manusia sebagai Abdullah dan khalifatullah serta Nilai-nilai Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik.







DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Angkasa, Bandung, 1992.
Amka Abdul Aziz, Hati Pusat Pendidikan Karakter, Cempaka Putih, Klaten, 2012.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Pustaka Agung Harapan, Jakarta,
2006.
H. Kamrani Buseri, Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam, Aswaja Pressindo,
Yogyakarta,  2014
H. Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2011.
H. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
 2011.
fundamental-pendidikan-islam/
Imam Tholkah, Membuka Jendela Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Karim Al-Bastani, dkk, Al-Munjid fi Lughoh wa A’lam, Dar Al-Masyriq, Beirut, 1975.
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Pustaka Pelajara, Yogyakarta, 2004.
Maktabah Syamilah, Kitab Al-Mustadrak.
Maktabah Syamilah, Kitab Sunan Tirmizi.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Ruh Al-Tarbiyah wa Ta’lim, dalam Ilmu Pendidikan
Islam:Prof. Dr. Ramayulis, Kalam Mulia,Jakarta, 2002.
qudsiyyah.com/2013/12/formula-pendidikan-agama-islam-yang-humanis-dan-religius/
Suroso Abdussalam, Sistem Pendidikan Islam, Sukses Publishing, Bekasi Barat, 2011
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
 Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,Jakarta, 1994.
Windy Novia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Kashiko, Surabaya.
www.slideshare.net/ameliyapp/sumber-dasar-pendidikan-islam







[1] Imam Tholkah, Membuka Jendela Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. v
[2]qudsiyyah.com/2013/12/formula-pendidikan-agama-islam-yang-humanis-dan-religius/
[3]Windy Novia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ( Surabaya: Kashiko ), h. 94
[4] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1994 ), h. 211
[5] H. Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, ( Bandung: Pustaka setia, 2011 ), h. 102
[6] Windy Novia, op. cit., h. 392
[7] Karim Al-Bastani, dkk, Al-Munjid fi Lughoh wa A’lam, (Beirut: Dar Al-Masyriq,1975), h. 243-244
[8]Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Ruh Al-Tarbiyah wa Ta’lim,    dalam Ilmu Pendidikan Islam: Prof. DR. Ramayulis, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 3
[9] Suroso Abdussalam, Sistem Pendidikan Islam, (Bekasi Barat: Sukses Publishing, 2011), h. 19
[10]Ibid., h. 23
[11] Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidian Islam, (Bandung: Angkasa, 1992), h. 7
[12]https://matakedip1315.wordpress.com/2013/06/04/al-quran-dan-al-hadits-sebagai-dasar-fundamental-pendidikan-islam/
[13] H. Kamrani Buseri, Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014)    h. 73
[14] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 153
[15] www.slideshare.net/ameliyapp/sumber-dasar-pendidikan-islam
[16] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Agung Harapan, 2006), h. 904
[17] H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 73
[18] Departemen Agama RI, Op. cit., h. 595
[19] Maktabah Syamilah ,Kitab Al-Mustdrak, No. 4221,  Juz 2, h. 670 )
[20]Khoiron Rosyadi, Op. cit., h. 156-157
[21]Departemen Agama RI, Op. cit., h. 336
[22] H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 73
[23] Hikmah ialah kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syariat agama
[24] Departemen Agama RI, Op. cit., h. 56-57
[25] H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 125
[26]Departemen Agama RI, Op. cit., h. 756
[27]Ibid., h. 907
[28] Amka Abdul Aziz, Hati Pusat Pendidikan Karakter, (Klaten: Cempaka Putih, 2012), h. 13
[29]Departemen Agama RI, Op. cit., h. 6
[30] H. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), h. 14
[31] H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 147
[32]Ibid., h. 147-148
[33] Departemen Agama RI, Op. cit., h. 793
[34] Maktabah Syamilah, Kitab Sunan Tirmizi, No. 2901, Juz 10, h. 207
[35]H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 148
[36] Departemen Agama RI, Op cit., h. 6
[37]Ibid., h. 7
[38] H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 149-150
[39]Ibid., h. 151-152
[40]Ibid., h. 155-161
[41] Departemen Agama RI, Op. cit., h. 396
[42] H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 161-162

Tidak ada komentar:

Posting Komentar