Dasar normatif pendidikan islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pendidikan,
memiliki peran strategis sebagai sarana human resources dan human investment.
Selain bertujuan menumbuh kembangkan kehidupan yang lebih baik, pendidikan juga
telah nyata-nyata ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam
prosespemberdayaan jati diri bangsa. Sedemikian pentingnya pendidikan, terutama
pendidikan agama Islam, maka wajar jika hakekat pendidikan merupakan proses
humanisasi, yang berimplikasi pada proses kependidikan dengan orientasi
pengembangan aspek-aspek kemanusiaan manusia, yakni aspek fisik-biologis dan
rohaniah-psikologis.Aspek rohaniah-psikologis inilah yang
dicoba didewasakan dan di-insan kamil-kan melalui
pendidikan sebagai elemen positif dalam
pembangunan kehidupan yang
berkeadaban.[1]
Dari pemikiran ini, maka pendidikan
merupakan tindakan sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya) insani
menuju terbentuknya manusia seutuhnya ( insan kamil ).
Secara
normatif, Islam telah memberikan landasan kuat
bagi pelaksanaan pendidikan. Pertama,Islam menekankan
bahwa pendidikan merupakan kewajiban
agama dimana
proses pembelajaran dan transrnisi Ilmu sangat bermakna bagi kehidupan manusia. Inilah latar belakang
turunnya wahyu pertama dengan perintah membaca, menulis, dan mengajar. Kedua, seluruh rangkaian
pelaksanaan pendidikan adalah ibadah
kepada Allah SWT.
Sebagai sebuah ibadah, maka
pendidikan merupakan kewajiban
individual sekaligus kolektif , Ketiga, Islam memberikan derajat tinggi bagi kaum terdidik,
sarjana maupun ilmuwan. Keempat, Islam memberikan landasan
bahwa pendidikan merupakan
aktivitas sepanjang hayat(long life education).Kelima, kontruksi
pendidikan menurut Islam
bersifat dialogis, inovatif
dan terbuka dalam menerima ilmu pengetahuan baik dari
Timur maupun Barat.[2]
Kemajuan
teknologi dan globalisasi menghilangkan sekat dunia. Peristiwa yang terjadi
di belahan dunia sana, pada saat bersamaan bisa disaksikan
di dalam rumah kita sendiri melalui layar televisi, internet, dan fasilitas teknologi informasi lainnya yang secara langsung
maupun tidak akan dapat
mempengaruhi perkembangan jiwa anak-anak pada usia remaja
yang, memiliki
kecenderungan untuk mencoba-coba sesuatu, tidak sabar, mudah terbujuk
dan selalu ingin menampakkan egonya. Fakta
tersebut memerlukan perhatian dari pendidikan, utamanya pendidikan agama Islam. Selanjutnya penulis mencoba membahas Dasar-dasar
Normatif Pendidikan Islam: Nilai-nilai manusia sebagai Abdullah, Khalifatullah;
Norma
dan nilai manusia sebagai pendidik, anak didik .
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
Dasar Normatif pendidikan Islam ?
2.
Apa Dasar-dasar
Fundamental Pendidikan Islam ?
3.
Apa Dasar-dasar
Normatif Pendidikan Islam ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian
Dasar Normatif Pendidikan Islam.
2.
Mengetahui
Dasar-dasar Fundamental Pendidikan Islam.
3.
Mengetahui
Dasar-dasar Normatif Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dasar Normatif Pendidikan Islam.
Kata “dasar”
oleh Kamus Lengkap Bahasa Indonesia diartikan dengan “tanah yang ada di bawah
sungai, laut, danau; bagian yang di bawah, misalnya pada drum, kuali, ember,
timba, dsb; bakat atau pemawaan sejak lahir; dalil yang menguatkan alasan.”[3]Dasar(
Arab: asas; Inggris: foundation; Perancis: fondament; Latin: fundamentum)
secara bahasa, berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu
(pendapat, ajaran, aturan ).[4]Dalam
istilah “dasar” bermakna landasan untuk berdirinya sesuatu.[5] Jadi, “ Dasar ” merupakan landasan
yang kuat sebagai tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut
kokoh berdiri.
Istilah “ Normatif “ berasal
dari kata “ norma “ yang berarti tata aturan yang mengikat kelompok manusia
dalam suatu wilayah dan pada kurun waktu tertentu untuk mengendalikan tingkah
laku yang dianggap baik; aturan atau rambu-rambu yang membatasi kelompok
masyarakat dalam bertingkah laku (agar tidak menyimpang dari kebenaran); aturan
atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu. Kalau kata “normatif” artinya
berpegang teguh pada norma.[6]
Kata “ pendidikan “ sepadan dengan kata al-tarbiyah
dan al-ta’lim serta al-ta’dib.
a.
Kata
al-tarbiyah mengandung tiga akar kata, yakni:
·
ر با- ير بو- تر بية (bertambah)
·
ر بي- ير بي- تر بية (tumbuh)
·
رب- ير بي- تر بية (memperbaiki,
memelihara, merawat, memperindah, mengasuh, memberi makna, mengatur,
melestarikan).[7]
Kata tarbiyah
bermakna upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih
menyempurnakan etika, siatematis dalam berfikir, memiliki ketajaman intusi,
giat dalam berkreasi, memiliki toleransi kepada yang lain, memilki kompetensi
dalam mengungkap sesuatu melalui bahasa lisan dan tulisan, serta memiliki
beberapa ketrampilan.”[8]
b.
Sedangkan kata al-ta’lim
disepadankan dengan kata pengajaran yang bermakna ‘transfer of knowledge’
(pengajaran).
c.
Dan kata
al-ta’dib sepadan dengan pendidikan sopan santun (etika).[9]
Jadi Pendidikan
merupakan sebagai usaha sadar orang dewasa untuk memberi pengajaran,
membimbing/ mengarahkan, dan membina orang yang belum dewasa agar mencapai
kedewasaannya.
Kata ‘Islam’
secara bahasa berarti ( اسلم- يسلم- إسلاما ) pasrah, tunduk, dan patuh. Maksudnya
tunduk dan patuh kepada apa yang dibawa dan diberitakan oleh Rasulullah SAW.
yakni ta’at kepada Rasulullah SAW. Juga bermakna selamat, sejahtera, aman.
Maksudnya siapa saja yang beragama Islam ia akan selamat dari siksa Allah.[10]
Pendidikan Islam menurut Ahmad Supardi adalah pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan
membentuk pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah kepada Allah SWT., cinta
kasih kepada oang tua dan sesama hidupnya, juga pada tanah airnya sebagai
karunia yang diberikan oleh Allah SWT.[11]
Jadi Pendidikan Islam adalah
proses bimbingan yang disengaja secara sadar dilakukan seorang dewasa
(pendidik) secara maksimal untuk mencapai kepribadian muslim yang sesuai dengan
tuntuan ajaran Islam.
Berdasarkan
bebarapa batasan dan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian Dasar Normatif Pendidikan Islam adalah merupakan dasar atau landasan
sebagai tempat berpijak yang bersifat keharusan atau tidak boleh ditinggalkan
dalam rangka proses aktivitas pendidikan Islam.
B.
Dasar-dasar
Fundamental Pendidikan Islam
Dalam suatu
aktivitas yang berkesinambungan, sebagai transformasi ilmu pengetahuan, sebagai
pewarisan (transmisi) budaya, dan sebagai agen perubahan social, pendidikan
memerlukan suatu landasan Islam.[12]
Dasar yang dimaksud adalah dasar pendidikan Islam. Suatu totalitas kependidikan
harus bersandar pada landasan dasar yang kokoh dengan kata lain pendidikan
Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka
pembinaan kepribadian yang utuh, memerlukan suatu dasar yang kokoh pula.
Menurut Prof.
Dr. H. Kamrani Buseri, MA bahwa Alquran dan Sunnah sebagai dasar fundamental
pendidikan Islam, kemudian ijtihad yang menurut istilah fiqh adalah usaha
sungguh-sungguh atau kerja keras pemikiran manusia untuk mengambil keputusan
berdasarkan pertimbangan akal mengenai hukum sesuatu masalah.[13]
Sedangkan menurut
Khoiron Rosyadi, ada empat dasar fundamental pendidikan Islam, yaitu:
1.
Al-Qur’an
2.
As-Sunnah
3.
Al-Kaun
1.
Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan
sumber pertama dan yang paling utama pendidikan Islam. Al-Qur’an memiliki
konsep pendidikan yang utuh, hanya saja tidak mudah untuk diungkap secara
keseluruhannya karena luas dan mendalamnya pembahasan itu di dalam al-Qur’an
disamping juga keterbatasan kemampuan manusia untuk memahami keseluruhannya
dengan sempurna.[15]
Dan pendidikan al-qur’an juga memiliki pengaruh yang dahsyat apabila dipahami
dengan tepat dan diikuti dan diterapkan secara utuh dan benar. Karenanya
menjadikan al-Qur’an sebagi sumber bagi pendidikan Islam adalah keharusan bagi
umat Islam.
Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yg
disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalam terkandung ajaran
pokok yg dapat dikembangkan untuk keperluan aspek kehidupan melalui ijtihad.
Ajaran yg terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar yaitu yang
berhubungan dengan masalah keimanan yg disebut aqidah dan yang berhubungan dengan
amal disebut syari’ah. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan
Al-Qur’an sebagai sumber dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan
Islam sesuai dengan perubahan dan pembaharuan.
Islam adalah agama yang
membawa misi umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Al-Qur`an
merupakan landasan paling dasar yang dijadikan acuan dasar hukum tentang
Pendidikan Agama Islam. Firman Allah tentang Pendidikan Agama Islam dalam Al-Qur`an
Surat Al –Alaq ayat 1 sampai ayat 5 :
اِقْرَأبِا سْمِ رَبّكَ
الّذِ ى خَلَقَ ( ) خَلَقَ آلإِ نْسنَ
مِنْ عَلَقٍ ( ) آقْرَأ وَ رَ بّكَ آلأَ
كْرَ مُ ( ) آلّذِ ى عَلّمَ بِآ
لْقَلَمِ ( ) عَلّمَ آلإ نْسَنَ مَا لَمْ
يَعَلَمْ ( )
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Yang Mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.”[16]
Dari ayat-ayat tersebut
di atas dapatlah di ambil kesimpulan bahwa seolah-olah Tuhan barkata hendaklah
manusia meyakini akan adanya Tuhan pencipta manusia (dari segumpal darah),
selanjutnya untuk memperkokoh keyakinan dan memeliharanya agar tidak luntur
hendaklah melaksanakan pendidik dan pengajaran.
2.
As-Sunnah
Menurut Prof. Dr. H. kamrani Buseri,
MA bahwa “ sunnah Rasul selain perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasul atau
hadits, tetapi juga termasuk prihidup Rasul selama beliau hidup. Dalam prihidup Rasul banyak
sekali keteladanan beliau dalam dakwah dan pendidikan yang bisa dicontoh.”[17]
Di dalam dunia pendidikan, As-Sunnah memiliki dua manfaat pokok. Manfaat
pertama, As-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam
sesuai dengan konsep Al-Qur’an. Kedua, As-Sunnah dapat menjadi contoh yang
tepat penentuan metode pendidikan.
Pribadi Nabi Muhammad Saw.
sendiri, merupakan contoh hidup serta bukti konkret sistem dan hasil pendidikan
Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Ahzab ayat 21 yang
berbunyi:
لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّهِ اُسْوَ ةٌ حَسَنَةٌ لّمَنْ
كَا نَ يَرْ جُو االلّهَ وَالْيَوْ مَ الاْ خِرَ وَ ذَ كَرَ اللّهَ كَثِيْرًا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”[18]
Kemudian kita ketahui bahwa diutusnya Nabi
Muhammad Saw. salah satunya untukmemperbaiki moral atau akhlak manusia,
sebagaimana sabdanya:
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” ( HR.Hakim )
Maka dari pada
itu Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinan pribadi manusia muslim
dan selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebab mengapa
ijtihad perlu dalam memahami termasuk
yang berkaitan dengan pendidikan. As-Sunnah juga berfungsi sebagai penjelasan
terhadap beberapa pembenaran dan mendesak untuk segera ditampilkan yaitu:
Menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum.
3.
Al-Kaun
Selain
menurunkan ayat-ayat Qauliyah kepada umat manusia melalui perantara Malaikat
Jibril dan Nabi-nabi-Nya, Ia juga membentangkan ayat-ayat kauniyah
secara nyata, yaitu alam semesta dengan segala macam partikel dan heteroginitas
yang ada di dalamnya: langit yang begitu
luas dengan gugusan-gugusan galaksinya, laut yang begitu membahana dengan
kekayaan ikan dan aneka primata yang
dikandungnya, bumi yang bulat dengan segala yang dilahirkannya: pepohonan,
bebukitan, gunung-gunung, berbagai macam binatang dan sebagainya.[20]
Mengenai ayat-ayat kauniyah
tersebut, dengan gamblang ayat Al-Qur’an menyatakan sebagaimana diantarany
terdapat dalam surah ar-Ra’ad ayat 3 yang berbunyi :
وَهُوَ الّذِ يْ
مَدَالاْرْضَ وَجَعَلَ فِيْهَا رَوَاسِيَ وَانْهرًا وَ مِنْ كُلّ الثّمَر تِ
جَعَلَ فِيْهَا زَوْ جَيْنِ ا ثْنَيْنِ يُغْشِى الّيْلَ النّهَارَ اِنّ فِيْ ذ
لِكَ لاَ
يتٍ لِقَوْ مٍ يَتَفَكّرُوْ نَ
“Dan Dia yang
menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya.
Dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan; Dia menutupkan
malam kepada siang. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran
Alah) bagi orang-orang yang berpikir.”[21]
4.
Ijtihad
Ijtihad menurut istilah fiqh adalah usaha
sungguh-sungguh atau kerja keras pemikiran manusia untuk mengambil keputusan
berdasarkan pertimbangan mengenai hukum sesuatu masalah. Berijtihad pendidikan
adalah usaha sungguh-sungguh atau kerja keras pemikiran untuk menetapkan
berbagai pandangan, konsep dan operasional pendidikan dalam kaitan pencapaian
tujuan pendidikan Islam.[22]
Seseorang yang melakukan ijtihad
disebut sebagai mujtahid. Seorang mujtahid senantiasa menggunakan akal-budinya untuk memecahkan problematika
kemanusiaan dalam kehidupannya. Orang yang senantiasa menggunakan akal-budinya
oleh Al-Qur’an disebut ulul-albab. Menurut Al-Qur’an ulul-albab adalah kelompok
manusia tertentu yang diberi hikmah dan pengetahuan, disamping pengetahuan,
yang diperoleh mereka secara empiris.Ini sesuai dengan firman Allah dalam surah
Al-Baqarah ayat 269 yang berbunyi :
يُؤْ تِى الْحِكْمَةَ مَنْ يّشَآ ءُ وَمَنْ يّؤْ تَ ا لْحِكْمَةَ
فَقَدْ اُوْ تِيَ خَيْرًاكَثِيْرًا وَ مَا يَذّ كّرُ اِلاّ اُو لُواالاْلْبَا بِ
“Dia
memberikan hikmah[23]
kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya
dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil
pelajarankecuali orang-orangyang mempunyai akal sehat.”[24]
C.
Dasar-Dasar
Normatif Pendidikan Islam
Sebenarnya
Dasar-Dasar Normatif dari Pendidikan Islam meliputi Nilai Aqidah, Ibadah,
Syariah – Maqshid al-Syar’I (Al-Dharuryat Al-Khams); Nilai-Nilai Manusia
sebagai Abdulah dan Khalifatullah serta Nilai-Nilai Manusia sebagai Pendidik
dan Anak Didik.[25]
Namun disini penulis hanya membahas Nilai-Nilai Manusia sebagai Abdullah dan
Khalifatullah, Nilai-Nilai Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik saja karena
dua point sebelumnya sudah dibahas pada makalah terdahulu.
1.
Nilai-Nilai
Manusia sebagai Abdullah dan Khalifatullah
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالاْنْسَ اِلاَّلِيَعْبُدُوْنِ ( )
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku."[26](Q.S. Az-Zariyat (51):56)
Manusia sebagai ‘abdullah’ dengan
tugas utamanya adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang Khaliq Allah SWT;
menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hubungan manusia dengan
Sang Khaliq bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si hamba
harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah,
karena posisinya sebagai hamba Allah, kewajiban
manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh
hati, sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5 yang berbunyi:
وَ مَااُ مِرُوْااِلاّ لِيَعْبُدُوااللّهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ
الدّيْنَ حُنَفَا ءَ وَيُقِيْمُواالصّلو
ةَ وَيُؤْتُواالزّ كَو ةَ وَذ لِكَ دِيْنُ الْقَيّمَةِ
“Padahal
mereka hanya diperintah menyembah Allah,
dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar
melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus (benar).”[27]
Sesungguhnya
keberadaan manusia di sisi Allah baru menemukan hakikatnya ketika mereka
sepenuhnya mengabdi kepada Allah. Artinya dia menyerahkan dirinya hanya untuk
pengabdiannya kepada Allah. Pengabdian manusia kepada Allah
itulah yang memberi nilai dirinya.[28]
Sehebat, sekaya, sepandai, sekuat atau setenar apa pun manusia, kalau dia tidak
mengabdi kepada Allah, Tuhan alam semesta, dia sama sekali tidak ada artinya
dalam pandangan Allah SWT. Hanya dengan begitu maka karya-karya prestatif duniawi
manusia bernilai pahala di sisi Allah SWT.
Mengabdi kepada
Allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, yaitu melalui jalur khusus
dilaksanakan dengan melakukan ibadah
khusus seperti shalat, berzikir, zakat, puasa, dan haji, sedangkan melalui
jalur umum dapat diwujudkan dengan
melakukan perbuatan-perbuatan baik yang bermafa’at bagi diri sendiri dan
masyarakat,serta lingkungannya dengan
niat ikhlas untuk mencari keridhaan Allah. Dengan kata lain, manusia Sebagai
‘abdullah’, manusia merasa, berpikir,
berperilaku, bertindak semata-mata hanya
karena Allah.
Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah
secara resmi adalah dimulai pada usia
akil baligh sampai kita dipanggil kembali oleh Allah. Manusia diciptakan
Allah untuk menjadi khalifah-Nya di bumi, sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi
:
وَ اِذْ قَا لَ رَبّكَ لِلْمَلءِكَةِ اِنّيْ جَا عِلٌ فِى الاْ رْضِ
خَلِيْفَةً
“Dan
( ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi.”[29]
Perkataan “menjadikan khalifah” dalam ayat tersebut mengandung
makna bahwa Allah menjadikan manusia sebagai wakil atau pemegang kekuasaan-Nya
mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala
yang diridhai-Nya di muka bumi ( H. M. Rasjidi).[30]
Manusia sebagai khalifatullah di bumi ini bertugas memakmurkan bumi dan
segala isinya. Memakmurkan bumi artinya
mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu manusia wajib bekerja,
beramal saleh (berbuat baik yang bermanfaat bagi diri, masyarakat, dan
lingkungan hidupnya) serta menjaga keseimbangan alam dan bumi yang didiaminya,
sesuai dengan tuntunan yang diberikan Allah melalui agama.
Bilamana fungsi pokok manusia
sebagai Abdullah dan khalifatullah berjalan simultan dalam diri pribadi seseorang, maka ia akan mewujudkan performan
sebagai manusia sempurna. Manusia sempurna ialah yang menyatu dalam dirinya
sifat-sifat sebagai Abdullah dan khalifatullah yakni satunya kebenaran,
kebaikan dan keindahan yang semuanya
bersumber dari Allah SWT, sehingga Insya Allah dia akan menjadi seorang yang
mudah dan bermakna dalam hidup dan kehidupannya dengan banyak menebar kemakuran
dan kemanfaatan bagi umat manusia dan
kemanusiaan disertai amar ma’ruf dan nahi munkar sehingga betul-betul menjadi
rahmat bagi seluruh alam dan akan menggapai kebahagiaan dunia akhirat.[31]
Nilai-nilai manusia sebagai Abdullah
adalah melakukan ibadah kepada Allah baik dilakukan secara khusus maupun secara
umum, sedangkan nilai-nilai manusia
sebagai khalifatullah adalah seseorang mampu memakmurkan bumi dan segala
isinya serta memberi manfaat bagi umat manusia disertai amar ma’ruf nahi munkar
sehingga menjadi ‘Rahmatan Lil’alamin’.
Pendidikan Islam harus
memperhatikan konsep Abdullah dan khalifatullah ini sebagai sesuatu yang
simultan, sehingga tidak boleh diabaikan atau diberi perioritas yang satu
melebihi yang lain, atau berat sebelah bahkan hanya terfokus kepada salah satu
saja. Memang penyeimbangan dan simultanisasi keduanya menghendaki perhatian
yang terus menerus dan harus selalu dilakukan evaluasi bagi operasional
pendidikan.[32]
2.
Nilai Normatif
Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik
Dalam
pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat penting, hal
ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan.
Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang
berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Islam mengangkat derajat
mereka dan memuliakan mereka melebihi dari pada orang Islam lainnya yang tidak
berilmu pengetahuan dan bukan pendidik. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surah Al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
يَرْ فَعِ اللّهُ الَّذِيْنَ ا مَنُوْا مِنْكُمْ وَا لَّذِيْنَ اُوْ تُواا لْعِلْمَ دَرَ جتٍ
“Niscaya
Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”[33]
Bahkan orang-orang yang berilmu
pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya kepada mereka yang membutuhkan akan
disukai oleh Allah dan didoakan oleh penghuni langit, penghuni bumi seperti
semut dan ikan di dalam laut agar ia mendapatkan keselamatan dan kebahagian.
Ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ
حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ
عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ[34] ( رواه
الترمذى )
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya dan
penghuni-penghuni langit dan bumi termasuk semut dalam lubangnya dan termasuk
ikan akan mendoakan keselamatan bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada
kebaikan.” (HR. Tirmizi)
Dalam pandangan
Islam seluruh kita umat manusia adalah pemimpin. Sebagai pemimpin tentu dia harus sadar bahwa
dia juga sebagai seorang pendidik, karena pemimpin dalam Islam harus
menjadi teladan. Nabi kita Muhammad SAW., beliau seorang pemimpin besar
sekaligus sebagai pendidik dan menjadi teladan bagi seluruh umat manusia.
Berkaitan dengan manusia sebagai
pendidik sekaligus anak didik sejak awal penciptaan manusia sebagai khalifah
Allah yakni semenjak Nabi Adam beliau diberi pengajaran langsung oleh Allah.[35]
Ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi :
وَعَلَّمَ ءَادَمَ آلأَسْمآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَ ضَهُمْ عَلَى
آلْمَلئِكَةِ فَقَا لَ أَنْبِؤُ نِى بِأَسْمَآءِ هؤُلاَءِاِنْ كُنْتُمْ صدِقِيْنَ
“Dan
Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan
kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”[36]
Ayat di atas menggambarkan
bahwa Adam menajadi anak didik dari Allah karena Allah langsung mengajarkan
nama-nama benda, kemudian Allah mempersilahkan
kepada para malaikat untuk menyebutkan nama-nama benda tersebut.
Ternyata malaikat tidak bisa
menyebutkannya, kemudian Allah menyuruh Adam untuk memberitahu kepada malaikat
tentang nama-nama benda yang diketahuinya atas dasar pengajaran Allah kepadanya. Ini sesuai dengan firman
Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 33 yang berbunyi :
قَا لَ يآ دَمُ
اَنْبِئُهُمْ بِاَسْمَآئِهِمْ فَلَمَّآ
اَنْبَاَهُمْ بِاَسْمَآئِهِمْ قَا لَ
اَلَمْ اَقُلْ لَّكُمْ اِنّيْ اَعْلَمُ غَيْبَ السَّموتِ وَالاْرْضِ وَاَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَا كُنْتُمْ
تَكْتُمُوْنَ
“Dia
(Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setelah itu (Adam)
menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakana kepadamu,
bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu
nyatakan dan apa yangkamu sembunyikan?”[37]
Ayat di atas
bisa dipahami bahwa Adam mengajarkan nama-nama benda itu kepada para malaikat.
Dari pemahaman ini, maka kita sebagai manusia harus selalu belajar dan
sekaligus mengajar.
Manusia pada hakikatnya adalah anak
didik sekaligus simultan sebagai
pendidik. Kita tidak boleh berhenti sebagai
anak didik atau pendidik , suatu saat
kita sebagai anak didik dan pada
saat lainnya kita harus menjadi pendidik demikian sebaliknya. Kita tidak
boleh berhenti sebagai anak didik atau
pendidik, suatu saat kita sebagai anak didik dan pada saat lainnya kita harus
menjadi pendidik demikian sebaliknya. Apabila kita perhatikan sabda Nabi “balligu ‘anni walau
aayatan”, maksudnya kalaupun kita
hanya memiliki ilmu hanya satu ayat wajib menyampaikan kepada orang lain. Oleh
karena itu M Natsir menegaskan bahwa
kewajiban berdakwah adalah wajib a’in
bagi siapa pun. Abdurrahmanan an Nahlawi menggambarkan sifat pendidik, antara
lain :
1.
Arah, jalan dan
pikirannya semata-mata sebagai pendidik
2.
Ikhlas
3.
Sabar
4.
Benar atau
jujur terhadap apa yang disampaikan
5.
Selalu menambah
pengetahuan
6.
Terampil dalam
berbagai metode mengajar
7.
Mampu untuk
konsisten dan disiplin
8.
Mengajar sesuai
dengan perkembangan jiwa anak
9.
Memperhatikan
terhadap berbagai pengaruh terhadap suatu generasi.
10.
Adil.[38]
Seorang pendidik dituntut untuk profesional
dalam mendidik. Profesional bisa diartikan ahli, atau orang yang bekerja sesuai
dengan bidang keahliannya. Pendidik profesional berarti pendidik yang bekerja
sesuai dengan bidang keahliannya . Sehingga, wajar kalau pendidik diberikan
gaji sebagai bagian dari apresiasi. Apresiasi yang memang sudah selayaknya
mereka terima.
Pekerjaan disebut profesi menurut
Muchtar Luthfi yang dikutif Syafruddin dan Basyiruddin ada delapan kriteria
sebagaimana yang dikutip kembali oleh Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA [39],
bercirikan :
1.
Panggilan hidup
dansepenuh waktu. Profesi adalah pekerjaan yang menjadi panggilan hidup
seseorang yang dilakukan sepenuhnya serta berlangsung untuk jangka waktu yang
lama, bahkan seumur hidup;
2.
Pengetahuan dan
kecakapan/keahlian. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan atas dasar
pengetahuan dan kecakapan/keahlian yang khusus dipelajari;
3.
Kebakuan yang
universal. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan menurut teori, prinsip,
prosedur dan anggapan dasar yang sudah baku secara umum (universal) sehingga
dapat dijadikan pegangan atau pedoman dalam pemberian pelayanan terhadap mereka
yang membutuhkan;
4.
Pengabdian.
Profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat bukan untuk mencari keuntungan secara
material/finansial bagi diri sendiri;
5.
Kecakapan
diagnostic dan kompetensi aplikatif. Profesi adalah pekerjaan yang mengandung
unsur-unsur kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif terhadap orang atau
lembaga yang dilayani;
6.
Otonomi.
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas dasar
prinsip-prinsip atau norma-norma yang ketetapannya hanya dapat diuji atau
dinilai oleh rekan-rekannya seprofesi;
7.
Kode etik.
Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu
sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masyarakat dan;
8.
Klien. Profesi
adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkan
pelayanan (klien) yang pasti dan jelas subjeknya.
Sebenarnya guru dituntut profesional
karena ada sejumlah tantangan antara lain:
1.
Gelombang
kehidupan era komunikasi dan informasi
sejalan dengan era kontemporer yang perubahannya sangat cepat, luas, dan rinci.
2.
Globalisasi
membawa nilai tersendiri yang seringkali
bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan dan keagamaan.
3.
Makna guru
dalam arti konvensional sebagai sumber ilmu diambil alih oleh yang lain,
seperti buku, majalah, telivisi, cd, dan lain sebagainya.
4.
Siswa yang
kreatif, rasional, dinamis, bebas, otonom dan punya keingintahuan yang tinggi
menghendaki pemahaman dan penanganan yang profesional.
5.
Masyarakat yang
cenderung sekuler, materialis, super sibuk menjadi tantangan tersendiri bagi
guru.
6.
Kesejahteraan
guru yang belum layak dibanding berbagai kebutuhan hidup dan kebutuhan sebagai pendidik
dan pengajar yang selalu menghendaki penyesuaian-penyesuaian segera.
7.
Dana dan
peralatan sekolah terbatas menghendaki kemampuan inovatif dan kreatif guru
dalam memanfaatkan lingkungan yang tersedia.
Dalam kaitan dengan profesionalisasi guru,
maka harus terus diupayakan pembinaan dan pengembangannya. Upaya pembinaan dan
pengembangan, meliputi:
1.
Kembangkan
kompetensi dasar dan kompetensi berkembang, saat pra jabatan yang memadai, juga
pada saat pendidikan dalam jabatan.
2.
Kembangkan
sikap yang menjawab perubahan, antara lain memandang siswa sebagai subyek, sikap mengayomi bukan
koersif, bersikap fair, interaktif, dan tidak berlagak tahu.
3.
Kembangkan
ilmu, keterampilan, wawasan dan sikap-sikap positif dalam melakukan hubungan
dengan murid, sesama pendidik maupun dengan masyarakat.
4.
Kembangkan guru
ideal yang berorientasi pupil oriented sehingga menjadi pendidik yang bijak.
Pembinaan terhadap guru sebagai pendidik agar
menjadi guru yang efektif. Guru efektif bercirikan:
1.
Mencintai anak
didiknya, karena untuk mengembangkan para murid menjadi mandiri dengan hari
depan yang cerah memerlukan kecintaan guru. Misalnya, guru pendidikan usia dini
harus mencintai muridnya yang keras kepala, sering buang air, sering menangis
dan sebagainya. Guru sekolah luar biasa mendidik muridnya yang imbesil tidak
mungkin berhasil bila tidak mencintai mereka.
2.
Pemimpin yang
mmpengaruhi anak didiknya untuk menguasai materi yang diajarkannya. Ia
menginspirasi, menjadi role model dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan prilaku
profesional.
3.
Energik dan
antusias dalam mengajar di kelas, di laboratorium dan di lapangan olahraga. Ia
juga mengenergi para siswa dalam mempelajari dan mengamalkan ilmu dalam
kehidupan shari-hari. Jika gurunya tidak energik, maka muridnya akan mengantuk
dan menguap tidak mampu menyerap ilmu yang diajarkannya.
4.
Kreatif dan
inovatif, kreatif artinya mampu menciptakan ide baru jika menghadapi problem,
inovatif artinya mampu mengubah ide menjadi barang dan jasa untuk menyelesaikan
problem. Di sekolah Indonesia banyak keterbatasan, misalnya para guru harus
kreatif dan inovatif menciptakan alat peraga dan materi pembelajaran untuk
diajarkan.
5.
Optimis dan
idealis. Guru harus optimis untuk mengubah muridnya menjadi manusia yang
berkembang baik segi ilmu pengetahuan, sikap dan perilakunya menjadi lebih baik
setiap hari. Ia seorang idealis yang percaya dan yakin dapat mengubah siswa
menjadi alumni yang unggul.
6.
Rasa humor.
Guru harus serius dalam mengajar, akan tetapi ia juga harus seorang yang penuh humordalam
mengajar. Humor dapat mnghilangkan ketegangan dan kebosanan murid dalam
menyerap ilmu yang diajarkan, terutama ilmu eksakta, dengan slingan humor siswa
akan lebih mudah menyerap materi yang sulit dan membosankan disajikan guru.
7.
Mengembangkan
iklim kelas. Guru yang baik mengembangkan iklim akademik, iklim social, iklim
psikologikal di kelasnya. Untuk iklim akademik, misalnya dalam mengajar bahasa
Inggris, guru melarang siswanya berbahasa Indonesia di kelas meskipun tegang
dan membuat malu siswa yang salah. Akan tetapi guru juga mengembangkan iklim
social bahwa kesalahan adalah hal biasa
dalam belajar. Guru harus mengembangkan iklim psikologikal, tidak rendah diri
jika melakukan kesalahan. Semua orang besar pernah melakukan kesalahan
sebelum menjadi orang besar.
8.
Manajemen waktu
dengan menyelesaikan materi dalam waktu yang terbatas dalam temu muka di kelas.
Oleh karena itu ia harus memanajemini waktu ketika mengajar. Ia juga harus
membagi waktu mengajar, meneliti, mengikuti program pengembangan SDM dan
melakukan studi banding ke sekolah-sekolah unggul.
9.
Penampilan
yang menarik. Guru itu sama dengan
actor dan aktris yang harus berakting di
muka para audiennya – yaitu murid. Sebagai aktris ia harus berpenampilan
menarik, wajah yang ceria, pakaian yang serasi, cara bicara yang jelas, sikap
dan perilaku professional.
10.
Adil. Umumnya
sekolah mempergunakan system klasikal. Dalam mengajar guru harus membagi
perhatian kepada semua murid-muridnya secara adil. Memberikan kesempatan
bertanya tanpa membedakan siapa muridnya,
dan menjawab pertanyaan dengan cara yang sama. Dalam memberikan nilai,
dia juga tidak bias – sesuai dengan kinerja anak didiknya.
Di lain pihak, Made Pidarta
mengetengahkan profil guru ideal yaitu:
a.
Komponen afeksi
guru: sabar, gembira, rendah hati, moral, bicara jelas menarik, tekun dalam
tugas, motif kuat terhadap jabatan guru, berprestasi, jabatan sebagai karier,
bekerja atas prinsip etik, tidak pamprih, tidak mengadvertensikan profesinya,
bertindaka untuk kepentingan objektivitas murid.
b.
Komponen
penguasaan ilmu pengetahuan: pendidikan formal lama, spesifik, mendalami dan
memperluas terus menerus. Terintegrasi untuk mengorganisasi, memotovasi untuk
membantu belajar murid, menyusun materi kurikulum, mengevaluasi dan mampu
melaksanakan administrasi sekolah.
c.
Komponen
penyajian bahan menanamkan cara belajar kritis, kreatif, percaya diri,
pandangan positif terhadap dunia. Promotor dan konsultan murid, memberi latihan
kerja nyata, memperkenalkan kebudayaan lingkungan dan menjadi penghubung
terhadap lingkungan itu.
d.
Komponen
hubungan guru murid: kenal, senang, sensitive terhadap keadaan murid, kasihan
terhadap situasi tertentu, otonom dalam bertindak, tidak otoriter dan
membimbing.
e.
Hubungan guru
dengan orang dewasa: anggota organisasi profesi, berteman baik dengan
kawan-kawan seprofesi dan anggota masyarakat. Sebagai contoh taat beragama,
sebagai petugas pendidikan social dan menjadi kordinator lembaga nonformal di
masayarakat.
Untuk menjawab semua itu perlu
peran organisasi profesi seperti pada tingkat Madrasah Aliyah (MA) dan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), pendidikan lanjut, inservice training
yang memadai, juga studi banding.
Guru sebagai tenaga profesional, dalam
menjalankan tugas terikat dengan Kode Etik profesi sebagai seperangkat standar
berperilaku yang dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral pada
lingkup profesi itu. Sebagai guru Indonsia, maka setelah memperhatikan berbagai
uraian terkait kode etik guru baik yang dikeluarkan oleh PGRI dan lainnya, maka
bisa disimpulkan yaitu:
1.
Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan
melaksanakan kejujuran profesional.
3.
Guru berusaha
memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan
dan pmbinaan.
4.
Guru
menciptakan suanasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.
5.
Guru memelihara
hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina
peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru secara
pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutudan martabat
profesinya.
7.
Guru memelihara
hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
8.
Guru secara
bersama-sama memelihara danmeningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian.
9.
Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidkan.
10.
Guru dalam
melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran merupakan wajib dan darma yang
menghendaki tanggung jawab, yang merupakan unsur etika. Dibutuhkan kesungguhan
dalam melaksanakan tugas profesi guru.
Atas dasar
uraian terdahulu secara normative pendidik atau guru apa saja sebutannya
dituntut untuk menjadi tenaga professional yang tidak saja terkait secara
teoritis-empiris tetapi juga sesuai dengan pesan agama sebagaimana firman Allah[40]
dalam surah Al-Isra ayat 84 yang berbunyi:
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلى شَا كِلَتِه فَرَ بُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَأَهْدى سَبِيْلاً
“Katakanlah: “Tiap-tiap orang
berbuat menurut keadaannya (Termasuk dalam pengertian Keadaan disini ialah
tabiat dan pengaruh alam sekitarnya) masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih
mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya.”[41]
Dari berbagai
uraian sebelumnya, maka ada nilai normatif bagi pendidik danada nilai normatif
bagi anak didik.
Nilai normatif sebagai pendidik,
antara lain:
1.
Ikhlas dan
sifat utama lainnya terutama adil, jujur, sabar, disiplin dan kerja keras.
2.
Profesionalisme
dalam atau expert atau memiliki kelebihan-kelebihan dan bersedia membarikan
kelebihan-kelebihan tersebut kepada anak didik.
3.
Agamawan.
4.
Sadar sebagi
pendidik dan anak didik yang merupakan sikap simultan.
5.
Sayang terhadap
anak didik.
6.
Teladan dengan
ibda’ binafsika dalam hal-hal kebajikan, kapan dan dimanapun sehingga terjadi
konteks positif.
7.
Selalu
menghidupkan amar ma’ruf nahi munkar.
1.
Ikhlas dan
sifat utama lainnya terutama adil, jujur, sabar, disiplin dan kerja keras.
2.
Menyadari
kekurangan-kekurangan yang harus terus dilengkapi atau diperbaiki dengan
menuntut kepada mereka yang memiliki kelebihan.
3.
Agamawan.
4.
Sadar sebagai
anak didik dan pendidik yang merupakan sikap simultan.
5.
Hormat kepada
pendidik.
6.
Selalu menghidupkan
amar ma’ruf nahi munkar.[42]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas
dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
A.
Dasar Normatif
Pendidikan Islam adalah merupakan dasar atau landasan sebagai tempat berpijak
yang bersifat keharusan atau tidak boleh ditinggalkan dalam rangka proses
aktivitas pendidikan Islam.
B.
Pendidikan
Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka
pembinaan kepribadian yang utuh, memerlukan suatu dasar yang kokoh. Adapun
dasar fundamental pendidikan Islam ada empat, yaitu:
1.
Al-Qur’an
2.
As-Sunnah
3.
Al-Kaun
4.
Ijtihad.
C.
Dasar-dasar
Normatif Pendidikan Islam meliputi Nilai Aqidah, Ibadah, Syariah- Maqshid
al-Syar’I (Al-Dharuryat Al-khams); Nilai-nilai Manusia sebagai Abdullah dan
khalifatullah serta Nilai-nilai Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam,
Angkasa, Bandung, 1992.
Amka Abdul Aziz, Hati Pusat Pendidikan Karakter, Cempaka
Putih, Klaten, 2012.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Pustaka
Agung Harapan, Jakarta,
2006.
H. Kamrani Buseri, Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam,
Aswaja Pressindo,
Yogyakarta, 2014
H. Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Pustaka Setia,
Bandung, 2011.
H. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Raja Grafindo
Persada, Jakarta,
2011.
fundamental-pendidikan-islam/
Imam Tholkah, Membuka Jendela Pendidikan, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004.
Karim Al-Bastani, dkk, Al-Munjid fi Lughoh wa A’lam, Dar
Al-Masyriq, Beirut, 1975.
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Pustaka Pelajara,
Yogyakarta, 2004.
Maktabah Syamilah, Kitab Al-Mustadrak.
Maktabah Syamilah, Kitab Sunan Tirmizi.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Ruh Al-Tarbiyah wa Ta’lim,
dalam Ilmu Pendidikan
Islam:Prof. Dr. Ramayulis, Kalam Mulia,Jakarta, 2002.
qudsiyyah.com/2013/12/formula-pendidikan-agama-islam-yang-humanis-dan-religius/
Suroso Abdussalam, Sistem Pendidikan Islam, Sukses
Publishing, Bekasi Barat, 2011
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen
Dikbud, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,Jakarta, 1994.
Windy Novia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Kashiko,
Surabaya.
www.slideshare.net/ameliyapp/sumber-dasar-pendidikan-islam
[1]
Imam Tholkah, Membuka Jendela Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), h. v
[2]qudsiyyah.com/2013/12/formula-pendidikan-agama-islam-yang-humanis-dan-religius/
[3]Windy Novia, Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia, ( Surabaya: Kashiko ), h. 94
[4] Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Dikbud, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1994 ), h. 211
[5] H. Mahmud, Pemikiran
Pendidikan Islam, ( Bandung: Pustaka setia, 2011 ), h. 102
[6] Windy Novia, op.
cit., h. 392
[7] Karim
Al-Bastani, dkk, Al-Munjid fi Lughoh wa A’lam, (Beirut: Dar
Al-Masyriq,1975), h. 243-244
[8]Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi, Ruh Al-Tarbiyah wa Ta’lim, dalam Ilmu Pendidikan Islam: Prof. DR.
Ramayulis, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 3
[9] Suroso
Abdussalam, Sistem Pendidikan Islam, (Bekasi Barat: Sukses Publishing,
2011), h. 19
[11] Ahmad Supardi,
Sejarah dan Filsafat Pendidian Islam, (Bandung: Angkasa, 1992), h. 7
[12]https://matakedip1315.wordpress.com/2013/06/04/al-quran-dan-al-hadits-sebagai-dasar-fundamental-pendidikan-islam/
[13]
H. Kamrani Buseri, Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2014) h. 73
[14]
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004), h. 153
[15]
www.slideshare.net/ameliyapp/sumber-dasar-pendidikan-islam
[16]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Agung
Harapan, 2006), h. 904
[17]
H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 73
[18]
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 595
[20]Khoiron
Rosyadi, Op. cit., h. 156-157
[21]Departemen
Agama RI, Op. cit., h. 336
[22]
H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 73
[23]
Hikmah ialah kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syariat agama
[24]
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 56-57
[25]
H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 125
[26]Departemen
Agama RI, Op. cit., h. 756
[27]Ibid.,
h. 907
[28]
Amka Abdul Aziz, Hati Pusat Pendidikan Karakter, (Klaten: Cempaka Putih,
2012), h. 13
[29]Departemen
Agama RI, Op. cit., h. 6
[30] H. Mohammad
Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011),
h. 14
[31]
H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 147
[32]Ibid.,
h. 147-148
[33]
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 793
[34]
Maktabah Syamilah, Kitab Sunan Tirmizi, No. 2901, Juz 10, h. 207
[35]H.
Kamrani Buseri, Op. cit., h. 148
[36]
Departemen Agama RI, Op cit., h. 6
[37]Ibid.,
h. 7
[38]
H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 149-150
[39]Ibid.,
h. 151-152
[40]Ibid.,
h. 155-161
[41]
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 396
[42]
H. Kamrani Buseri, Op. cit., h. 161-162
Tidak ada komentar:
Posting Komentar