BAB I
PENDAHULUAN
Pembelajaran
pada dasarnya merupakan suatu interaksi positif antara pendidik dan peserta
didik dan antara
peserta didik dengan peserta didik lainnya. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran diperlukan suatu pemilihan model pembelajaran yang tepat. Ada
banyak model pembelajaran yang bisa diterapkan untuk membangun interaksi
dan komunikasi yang baik antara peserta didik dan pendidik.
Joyce
& Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.[1]Model
pembelajaran
dapat dijadikan pola pikiran, artinya para guru boleh memilih model
pembelajaran yang sesuai dan efisien utntuk mencapai tujuan pendidikannya.
Model pembelajaran Simulasi dapat digunakan
sebagai model mengajar
dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung
pada objek yang sebenarnya. Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi,
yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan
untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Demikian juga
untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa yang
lebih banyak mengarah kepada psikomotor , maka penggunaan model pembelajaran
simulasi akan sangat bermanfaat.
Setiap
model mengajar memiliki keunggulan dan kekurangan sehingga hal tersebut dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih
model tersebut.
Kelemahan-kelemahan model harus diantisipasi dan dikaji oleh guru agar
penggunaannya dapat efektif.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, disini
penulis mencoba membahas model pembelajaran dari isi Chapter dengan model “Learning
from Simulations” ( “Belajar dari Simulasi” ).
BAB II
ULASAN ISI CHAPTER MODEL “LEARNING FROM SIMULATIONS”
( “ BELAJAR DARI SIMULASI” )
Walaupun pada “Chapter Eighteen” tentang model “Learning From
Simulations” yang terdapat dalam buku dengan judul “Models of Teaching”
karangan Bruce Joyce, Marsha Weil, and Emily Calhoun ini tidak ada membahas
tentang pengertian Model Pembelajaran Simulasi. Namun dalam pembahasan
ini, sebelum mengulas dari isi Chapter tersebut, di sini penulis merasa
perlu untuk mengemukakan pengertian tersebut.
Simulasi berasal dari kata “simulate”
yang artinya “berpura-pura atau berbuat seakan-akan”.[2]
Di dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia dinyatakan bahwa simulate adalah
“pekerjaan tiruan atau meniru, sedang simulate artinya menirukan,
pura-pura atau berbuat seolah-olah.”[3]
Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman
belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep,
prinsip, atau keterampilan tertentu.
Menurut Udin Syaefudin Sa’ud, simulasi dalam perspektif model pembelajaran adalah sebuah replikasi atau
visualisasi dari perilaku sebuah sistem, misalnya sebuah perencanaan
pendidikan, yang berjalan pada kurun waktu yang tertentu. Jadi dapat dikatakan
bahwa simulasi itu adalah sebuah model yang berisi seperangkat variabel yang
menampilkan ciri utama dari khidupan sebenarnya. Simulasi memungkinkan
keputusan-keputusan yang menentukan bagaimana ciri-ciri utama itu bisa
dimodifikasi secara nyata.[4]
Model pembelajaran simulasi merupakan model
pembelajaran yang membuat suatu peniruan terhadap sesuatu yang nyata, terhadap
keadaan sekelilingnya (State of affairs) atau proses. Model pembelajaran ini
dirancang untuk membantu siswa mengalami bermacam-macam proses dan kenyataan
sosial dan untuk menguji reaksi mereka, serta untuk memperoleh konsep
keterampilan pembuatan keputusan.
Model pembelajaran ini diterapkan di dalam dunia pendidikan dengan
tujuan mengaktifkan kemampuan yang dianalogikan dengan proses sibernetik.
Pendekatan simulasi dirancang agar mendekati kenyataan dimana gerakan yang
dianggap kompleks sengaja dikontrol, misalnya, dalam proses simulasi ini dilakukan
dengan menggunakan simulator.
A. Scenario (Skenario)
Dalam buku “Models of Teaching” yang dikarang oleh Bruce Joyce,
Marsha Weil, and Emily Calhoun bahwa terdapat dua contoh Skenario tentang Proses
Simulasi. Salah satu Skenarionya sebagai berikut.
Walter
Hryauk tengah membimbing siswa kelas sembilan untuk menemukan simulasi-simulasi
perjalanan antariksa yang bisa diakses melalui web. Siswa merasa takjub dengan
apa yang mereka lihat. Walter pun demikian. Mereka mengawalinya dengan
mengunjungi website NASA. Di sana, mereka pun mendapatkan banyak sekali
pilihan. Mereka bisa saja mensimulasi perjalanan space shuttle (ruang angkasa
ulang-alik) atau beberapa perjalanan lain, membuat ramalan cuaca dunia dalam web, dan
mengunjungi lusinan website yang berisi informasi pendukung.[5]
Dengan skenario tersebut,
diterangkan bahwa Walter dan siswanya akhirnya mengetahui dalam memutuskan
bagaiamana memulai pelajaran adalah masalah yang cukup rumit, dan mereka juga
menyadari ada begitu banyak hal yang harus mereka pelajari terlebih dahulu.
Kemudian Walter mengambil keputusan bahwa studi tentang fisika, cuaca, dan
sifat penelitian akan dibangun berdasarkan simulator-simulator yang tersedia.
(Walter menganggap bahwa tempat yang cukup representatif sebagai langkah awal
pembelajaran simulasi ini adalah situs Universitas rice, yang berafiliasi
dengan NASA.
Kemudian sebagian Skenario yang
lainnya disebutkan: Siswa pendidikan pengemudi (driver education) kelas dua
di salah satu sekolah di Chicago tengah melakukan simulasi mengemudikan mobil. Saat
kamera bergambar menampilkan gambar sebuah jalan yang lurus, masalah-masalah
mulai muncul. Seorang anak melangkah di belakang dua mobil yang tengah parkir;
namun pengemudi menjalankan mobilnya dan meninggalkan anak tersebut. Sebuah
palang stop tiba-tiba di seberang truk yang sedang tengah parkir; serta merta
pengemudi menginjak rem. Setiap siswa kemudian belajar menyetir di bawah
kondisi yang sudah dirancang sedemikian rupa. Dan saat semua siswa
menyelesaikan pelajaran pengemudi tersebut, instruktur dan anggota kelas saling
bertanya satu sama lain, menanyakan reaksi, dan trik-trik pertahanan yang
diterangkan saat mengemudi.[6]
Cerita tersebut menggambarkan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam proses
simulasi. Kemudian disederhanakan dan disajikan dalam dunia nyata dalam
sebuah bentuk yang dapat diformat di dalam ruang kelas. Usaha ini dilakukan
dalam rangka memperkirakan keadaan serealistis mungkin sehingga konsep yang
dipelajari dan solusi yang dikembangkan dapat benar-benar diparaktikkan dalam
dunia nyata.
Dalam rangka mendapatkan kemajuan dalam simulasi
ini, seorang siswa harus mengembangkan konsep dan keterampilan yang
dibutuhkan dan selanjutnya dipraktikkan. Seorang siswa sebagai pengemudi harus
mengembangkan konsep dan keterampilan untuk bisa mengemudi secara efektif.
Dalam simulasi, siswa belajar dari konsekuensi tindakan yang mereka ambil.
Pengemudi harus pula mempelajari trik-trik dasar yang tepat sambil tetap
waspada dan peka terhadap
hambatan-hambatan yang ditemui di jalan.
Hampir semua simulasi bergantung
dan ditentukan oleh sofware, yakni sebuah permaianan yang memiliki beragam
perlengkapan. Model simulasi bergantung
juga pada percampuran simulasi
yang sudah dipersiapkan sebelumnya ke dalam kurikulum, menyoroti, dan memperkuat
kepaduan pembelajaran . Kemampuan guru untuk membuat setiap aktivitas menjadi
sarat makna adalah hal yang sangat penting. Selain itu, properti instruksi diri
dalam simulasi juga merupakan hal yang vital.
B. Orientation To The Model (Orientasi Model)
Prinsip Sibernetik telah lama digunakan dan dikembangkan dalam dunia
pendidikan selama tiga puluh terakhir. Walau model simulasi bukan berasal dari
disiplin ilmu pendidikan. Tetapi merupakan penerapan dari prinsip Sibernetik,
suatu cabang dari psikologi Sibernetik adalah suatu studi perbandingan antara
mekanisme kontrol manusia (biologis) dengan sistem elektromekanik, seperti
komputer.
Ahli psikologi sibernetik membuat
analogi antara manusia dan mesin, mengonseptualisasi pembelajar sebagai sebuah
sistem respons balik pengaturan diri. Sebagai sebuah disiplin ilmu, sibernetik
digambarkan sebagai studi mekanisme kontrol manusia, dan sistem-sistem
eletronik, seperti komputer (Smith dan Smith, 1966: 202). Fokus utama dalam
teori ini adalah munculnya kesamaan antara mekanisme kontrol timbal balik dari
sistem elektronik dengan sistem-sistem manusia.[7]
Pada intinya, psikologi
sibernetik adalah prinsip umpan balik yang berorientasi pada perasaan yang
bersifat intrinsik pada masing-masing individu (seseorang merasakan pengaruh
keputusan orang lain) dan merupakan dasar bagi pilihan-pilihan koreksi diri.
Masing-masing individu bisa merasakan efek dari keputusannya sebab lingkungan
akan merespons dengan sepenuhnya, tidak hanya mengatakan, “benar” atau “salah”,
atau “cobalah lagi”. Hal ini menunjukkan bahwa konsekuensi lingkungan dari
pilihan mereka diterima kembali oleh mereka yang membuat keputusan. Pembelajaran
dalam konsep sebernetik adalah pengalaman inderawi terhadap
konsekuensi yang muncul dalam lingkungan
sebagai akibat dari perilaku koreksi diri. Intruksi dalam konsep sibernetik
dirancang untuk membuat dan menciptakan sebuah lingkungan bagi pembelajar yang
di dalamnya penuh dengan umpan balik.[8]
Jadi, berdasarkan teori Sibernetik, ahli psikologi menganalogikan
mekanisme kerja manusia seperti mekanisme mesin elektronik, menganggap siswa
(pembelajar) sebagai suatu sistem yang dapat mengendalikan umpan balik sendiri
(self regulated feedback).
Sistem kendali umpan balik ini,
baik pada manusia atau mesin (seperti komputer) mempunyai tiga fungsi, yaitu:
1.
Menghasilkan gerakan/tindakan sisitem
terhadap target yang diinginkan (untuk mencapai tujuan tertentu yang
diinginkan).
2.
Membandingkan dampak dari tindakannya
tersebut apakah sesuai atau tidak dengan jalur/rencana yang seharusnya
(mendeteksi kesalahan), dan
3.
Memanfaatkan kesalahan (error) untuk
mengarahkan kembali ke arah/ jalur yang seharusnya.
Model Pembelajaran simulasi pada dasarnya merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret
melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana
sebenarnya dan berlangsung dalam suasana yang tanpa resiko.[9]
Model pembelajaran simulasi bertujuan untuk: (1) melatih keterampilan tertentu
baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari; (2) memperoleh
pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip; (3) melatih memecahkan masalah;
(4) meningkatkan keaktifan belajar; (5) memberikan motivasi belajar kepada
siswa; (6) melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok; (7)
menumbuhkan daya kreatif siswa; (8) melatih siswa untuk mengembangkan sikap
toleransi.
Simulators and Simulations (Simulator dan Simulasi)
The application of cybernetic principles to educational procedures is
seen most dramatically and clearly in the development of simulators (Aplikasi
prinsip sibernetik terhadap prosedur pendidikan terlihat sangat dramatis dan
jelas, utamanya dengan pengembangan simulator). Simulator adalah alat
dan perangkat latihan yang merepresentasikan realitas dengan sangat dekat namun
disajikan dengan kejadian rumit yang masih bisa dikontrol. Misalnya, otomobil
yang tersimulasi akan dikonstruksi agar pengemudi dapat melihat jalan, memiliki
roda yang bisa diputar, setir dan kopling yang bisa dioperasikan, roda gigi,
dan semua alat-alat otomobil modern. Dalam konteks psikologi latihan, tugas
yang disajikan dapat dibuat tidak begitu rumit dibanding apa yang akan dihadapi
pengemudi dalam dunia nyata.[10]
Simulasi pada hakekatnya
didasarkan pada prinsip Sibernetik yang dihubungkan dengan komputer. Fokus
utama dalam teori ini adalah munculnya kesamaan antara mekanisme kontrol timbal
balik dari sistem elektronik dengan sistem-sistem manusia.[11]
Ada banyak contoh simulasi yang berasal dari berbagai hal, seperti permainan,
kompetesi, kerja sama, dan beberapa hal yang dilakukan oleh perseorangan dengan
standar mereka pribadi. Kompetesi sangatlah penting dalam simulasi-simulasi
besar. “Monopoli” misalnya, bisa mensimulasi aktivitas spekulator dalam real
estate dan menggabungkan beberapa unsur spekulasi kehidupan nyata.
Simulator memiliki beberapa kelebihan. Tugas pembelajaran simulasi dapat
dibuat tidak begitu rumit daripada yang ada dan terjadi di dunia nyata,
sehingga siswa bisa memiliki kesempatan untuk menguasai skill yang akan terasa
sangat sulit saat mereka coba kuasai dalam dunia nyata. Misalnya, belajar
bagaimana cara menerbangkan pesawat terbang tanpa bantuan simulator dapat membuka
kemungkinan munculnya kesalahan. Siswa yang bertindak sebagai pilot harus
melakukan segala hal dengan cukup baik pada masa-masa awal jika tidak ingin
mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam penerbangan. Dengan menggunakan
simulator, latihan-latihan yang dijalaninya dapat dijadikan tahapan. Siswa yang
dilatih bisa diperkenalkan dengan tugas sederhana dan kemudian disusul dengan
tugas yang lebih rumit hingga dia bisa membuat sebuah reporter keterampilan
yang cukup memadai untuk ukuran seorang pilot pesawat.
Keuntungan kedua dari simulasi adalah bahwa
prakteknya dapat memudahkan siswa mempelajari umpan balik yang dikembangkan
oleh siswa itu sendiri. Saat siswa yang berperan sebagai pilot membelokkan
setir pada arah kiri, misalnya, maka ia akan merasakan pesawat menepi dan
pelan-pelan kehilangan kecepatan dalam beberapa saat. Dengan kata lain, siswa
yang dilatih bisa mempelajari perilaku korektif yang dibutuhkan melalui makna
yang mereka rasakan saat mengemudi dari pada hanya diberikan deskripsi verbal.[12]
Simulasi pada akhirnya dapat menghidupkan suasana pelajaran akademik.
Jurnal Social Education dapat dijadikan pedoman bagi guru untuk mengadakan
simulasi-simulasi.
The Teaher’s Role ( Peran Guru )
Perananan guru dalam simulasi sangat penting mengingat tugas guru adalah
membangkitkan kesadaran untuk tentang konsep dan prinsip yang disimulasikan.
Disamping itu, guru dalam pelaksanaan simulasi mempunyai fungsi manajerial.[13]
We have identified four
rolers for the teacher in the simulation
model :
explaining, refereeing, coaching, and discussing.[14]
Proses model pembelajaran simulasi tergantung pada peran guru. Peran guru
tersebut ada empat sebagai berikut.
1. Explaining (menjelaskan)
Untuk
mengadakan pembelajaran berdasarkan simulasi, para pemain harus memahami
aturan-aturan yang cukup memadai untuk bisa melaksanakan aktivitas-aktivitas
simulasi. Oleh karena itu, guru hendaknya memberikan penjelasan dengan
sejelas-jelasnya tentang aktivitas yang harus dilakukan berikut
konsekuensi-konsekuensinya.
2. Refereeing (mengawasi/mewasiti)
Simulasi yang diterapkan dalam ruang
kelas dirancang untuk bisa
mem-
berikan keuntungan dalam pendidikan. Dengan kata lain,
simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan aturan dan prosedur main
tertentu. Oleh karena itu guru harus mengawasi jalannya simulasi sehingga
berjalan sebagaimana seharusnya.
Guru juga memandang simulasi sebagai keadaan
yang menuntut partisipasi aktif siswa dan sebab itulah, ada kebebasan untuk
berubah, dan siswa diberikan lebih banyak kesempatan untuk berbicara. Guru
harus bertindak sebagai wasit yang melihat apakah peraturan benar-benar diikuti
dan ditaati. Namun guru, atau siapa pun yang melakukan ini, seharusnya tidak
terlalu campur dalam aktivitas permaianan.
3. Coaching (melatih)
Dalam simulasi, pemain akan mengalami kesalahan.
Oleh karena itu,
seorang guru harus melatih, memberikan saran,
memberikan petunjuk atau arahan sehingga sehingga memungkinkan mereka tidak
melakukan kesalahan yang sama.
4. Discussing (mendiskusikan)
Dalam
simulasi, refleksi menjadi bagian yang penting. Oleh karena itu, setelah
melewati beberapa sesi, seorang guru harus mendiskusikan beberapa hal seperti
bagaiama eratnya kaitan simulasi tersebut dengan dunia nyata,
kesulitan-kesulitan dan pandangan apa yang dimiliki siswa, hikmah yang bisa
diambil, dan bagaiamana memperbaiki kekurangan simulasi.
C. The Model Of Teaching (Model Pengajaran)
1. Syintax
(Struktur)
The simulations model has four
phases: orientation, participant training, the simulation itself, and
debriefing (Model simulasi memiliki empat tahap: yakni orientasi, latihan
partisipan, simulasi itu sendiri, dan wawancara).[15]
Adapun langkah-langkah penggunaan model pembelajaran simulasi memiliki
empat tahapan sebagai berikut:
Tahap 1: Orientation (Orientasi)
- Guru menyajikan topik mengenai simulasi dan konsep
yang akan dipakai dalam
aktivitas
simulasi.
- Guru menjelaskan simulasi dan permaianan.
- Guru menyajikan ikhtisar simulasi.
Tahap 2: Participant Training (Latihan partisipan)
- Guru membuat skenario (aturan, peran, prosedur,
skor, tipe keputusan yang akan
dipilih, dan
tujuan).
- Guru menugaskan peran simulasi kepada siswa.
- Siswa melaksanakan praktik dalam jangka waktu yang
singkat.
Tahap 3: Simulations Operations (Pelaksanaan Simulasi)
- Guru memimpin aktivitas permainan dan administrasi
permainan.
- Siswa mendapatkan umpan balik dan evaluasi (mengenal
penampilan dan
pengaruh
keputusan).
- Guru menjelaskan kesalahan konsepsi.
- Siswa melanjutkan simulasi.
Tahap 4: Participant Debriefing (Wawancara Partisipan)
- Guru menyimpulkan kejadian dan persepsi.
- Siswa menyimpulkan kesulitan dan
pandangan-pandangannya.
- Guru dan siswa menganalisis proses.
- Guru dan siswa membandingkan aktivitas simulasi
dengan dunia nyata.
- Siswa menghubungkan aktivitas simulasi dengan materi
pelajaran.
- Guru menilai dan kembali merancang simulasi.
2. Social
System (Sistem Sosial)
The social system is structured by the
teacher through selecting materials and directing the simulation (Sistem sosial
disusun oleh guru dengan cara memilih materi dan mengarahkan simulasi).
Lingkungan kelas yang interaktif, bagaiamanapun, seharusnya menyenangkan dan
penuh dengan kerja sama. Guru memiliki
peran dalam mengatur simulasi, menjelaskan permainan, mengukuhkan aturan,
melatih, dan memimpin diskusi wawancara.
3. Peran/Tugas Guru
Guru harus memainkan peran suportif,
yaitu mengamati dan membantu siswa
dalam menghadapi masalah yang muncul.[16]
Di sini seorang guru berperan menyajikan, memfasilitasi pemahaman dan
penafsiran tentang aturan-aturan simulasi. Begitu juga agar membuat kegiatan
pembelajaran ini semenarik mungkin dan mendapat perhatian serta fokus pada isu
yang tidak relevan, maka seorang guru harus bisa secara langsung menghampiri
kelompok yang memenangkan permainan.
4. Support System (Sistem Pendukung)
Adapun yang menjadi sistem dan sumber pendukung dari model simulasi ini,
seperti Social Science Education Consortium Data Book yang memperkenalkan
lebih dari lima puluh model simualasi yang cocok digunakan dalam studi sosial.
Aktivitas-aktivitas simulasi juga di review secara reguler dalam jurnal
Sosial Education. Selain itu, juga banyak simulasi komputer telah
dikembangkan dan sangat mudah dipraktikan.
D. Application (Penerapan)
Model pembelajaran Simulasi bisa
menstimulasi pembelajaran mengenai (1) kompetesi; (2) kerjasama; (3) empati; (
4 ) sistem sosial; ( 5 ) konsep; (6 ) skill; ( 7 ) kemanjuran; ( 8 )
menjalankan hukuman; ( 9 ) peran kesempatan/peluang; (10) kemampuan untuk
berpikir kritis (menguji strategi alternatif dan mengantisipasi hal-hal lain )
dan membuat keputusan.[17]
Model ini agak rumit, tergantung
pada pengembangan simulasi yang tepat, baik yang melibatkan peneliti,
pengembang, (sistem analis, programer dan lain-lain), perusahaan komersial,
guru atau kelompok guru dan lain-lain. Dewasa ini, dengan semakin majunya
teknologi komunikasi dan informasi, seperti komputer dan multimedia, telah
banyak permainan simulasi dihasilkan untuk berbagai kebutuhan yang mencakup
berbagai topik dari berbagai disiplin ilmu (mata pelajaran).
E. Instructional and Nurturant Effects (Dampak-dampak Instruksional dan
Penggiring)
Model simulasi, melalui aktivitas
nyata dan diskusi di awal permainan, menuntun pada hasil-hasil akademik,
seperti konsep dan skill; kerja sama dan persaingan; pemikiran kritis dan
pembuatan keputusan; pengetahuan sistem politik sosial, dan ekonomi;
efektivitas; kesadaran terhadap masing-masing peran; dan menerima konsekuensi
dari tindakan yang dilakukan.[18]
Dampak
Instruksional
Adapun yang menjadi dampak instruksional dari model belajar simulasi ini
sebagai berikut:
- Kapasitas pengajaran-diri.
- Pengetahuan kurikulum dan skill-skill.
- Kepercayaan-diri sebagai pembelajar.
Dampak Pengggiring
Adapun yang menjadi dampak penggiring dari model belajar simulasi ini
adalah sebagai berikut:
- Responsif pada umpan balik.
- Kemandirian sebagai pembelajar.
- Sensitif pada hubungan sebab-pengaruh.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan dari Ulasan Isi Chapter dengan Model “Belajar dari Simulasi”
(Learning From Simulations) tersebut di
atas, maka dapatlah disimpulkan sebagai berikut:
A. Model pembelajaran simulasi diterapkan di dalam dunia pendidikan
dengan tujuan mengaktifkan kemampuan
yang dianalogikan dengan proses sibernetik. Pendekatan simulasi dirancang agar
mendekati kenyataan dimana gerakan yang dianggap kompleks sengaja dikontrol,
misalnya, dalam proses simulasi ini dilakukan dengan menggunakan simulator.
B. Secara garis besar isi Chapter model “Belajar dari Simulasi” (Learning
From Simulations) meliputi: Skenario, Orientasi Model; Simulator dan
Simulasi; Peran Guru, Model Pengajaran, Penerapan, dan Dampak-dampak
Instruksional dan Penggiring dari Model Pembelajaran Simulasi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bruce Joyce & Marsha Weil, Models of
Teaching, Fifth Edition, USA: Allyn and
Bacon A Simon & Scuster
Company, 1980
Bruce Joyce,
Marsha Weil, and Emily Calhoun, Models of Teaching,
Eighth
Edition, USA: Pearson Education, Inc. New,
2009
Desy Anwar, Kamus
Lengkap bahasa Indonesia, Amelia, Surabaya, 2003
Echols dan
Shadily, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, Pustaka Amani, Jakarta,
2007
Miftahul
Huda, Model-model Pengajaran dan
Pembelajaran, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2014
Rusman, Model-model
Pembelajaran, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2014
Udin Syaefudin Sa’ud, Perencanaan Pendekatan
Komprehensif, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2005
www.tuanguru.com/2012/05/metode-pembelajaran-model-simulasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar